BAB I
PERASURANSIAN DAN PENGATURANNYA
A. PERKEMBANGAN
PERASURANSIAN
1.
Sebelum Masehi
Di bawah kekuasaan Alexander The Great
(356-323 BC), Antimenes pembantu pada zaman kebesaran Yunani memerlukan uang
yang sangat banyak, dan untuk mendapatkan uang maka ia mengumumkan kepada para
pemilik budak untuk mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap
tahun kepada Antimenes, dengan imbalan ia menjanjikan jika ada budak yang
melarikan diri, maka ia akan menangkap budak tersebut dan jika tidak dapat
ditangkap, maka ia akan membayar uang sebagai gantinya. Perjanjian sama seperti
asuransi kerugian ini berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke-10 sesudah
Masehi.
2.
Abad Pertengahan
Perjanjian
ini pada abad sebelum Masehi terus berkembang sampai abad pertengahan. Di
Inggris berkembang asuransi kebakaran yang dibentuk sekelompok perkumpulan yang
disebut gilde. Gilde akan memberikan sejumlah uang yang terkumpul dari anggota.
Di Denmark, Jerman dan negara Eropa lainnya perjanjian asuransi kebakaran
berkembang sampai abad ke-12. Pada abad ke-13, ke-14 perdagangan melalui laut
mulai berkembang sehingga munculah asuransi kerugian laut.
3.
Sesudah Abad Pertengahan
Bidang
asuransi laut dan asuransi kebakaran sesudah abad pertengahan berkembang pesat
di negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada tahun ke-17, kemudian Prancis
abad ke-18, dan terus ke Belanda.
4.
Abad Ilmu dan Teknologi
Perkembangan
ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada
perkembangan usaha bidang asuransi, bidang penunjang asuransi, asuransi
kerugian, asuransi jiwa dan asuransi sosial. Pembangunan di bidang ekonomi
ditandai munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memerlukan banyak modal,
sehingga diperlukanlah asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga
kerja.
B.
ISTILAH DAN DEFINISI PERASURANSIAN
1.
Perasuransian dan asuransi
Perasuransian
adalah istilah hukum yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan
perasuransian. Perasuransian berarti segala usaha yang berkenaan dengan
asuransi.
Usaha
yang berkenaan dengan asuransi ada 2 jenis:
a.
Usaha asuransi (insurance business)
b.
Usaha penunjang usaha asuransi
(complementary insurance business)
2.
Pertanggungan dan Penjaminan
Istilah
aslinya adalah verzeking atau assurantie (bahasa Belanda). Prof. R. Sukardono
mengartikan “pertanggungan”. Dalam verzekeringsrecht dikenal juga istilah
verzekeraar dan verzekerde. Verzekeraar oleh Prof. R. Soekardono diartikan
penanggung, yaitu pihak yang menanggung resiko. Sementara verzekerde diartikan
tertanggung, yaitu pihak yang mengalihkan resiko atas kekayaan/ jiwanya kepada
penanggung.
C.
TUJUAN ASURANSI
1.
Teori Pengalihan Resiko
2.
Pembayaran Ganti Kerugian
3.
Pembayaran Santunan
4.
Kesejahteraan Anggota
D. ASURANSI
BUKAN UNTUNG-UNTUNGAN
1.
Pengalihan Risiko Diimbangi Premi
Pengalihan
resiko tertanggung kepada penanggung diimbangi pembayaran premi tertanggung
yang seimbang dengan beratnya resiko.
2.
Gugatan Melalui Pengadilan
Jika
penanggung tidak membayar premi, maka asuransi dapat dibatalkan. Dan jika
penanggung tidak membayar ganti kerugian, tertanggung dapat menggugat
penanggung melalui Pengadilan Negeri. Sedangkan dalam perjanjian
untung-untungan, jika yang kalah wanprestasi, dia tidak dapat digugat melalui
Pengadilan Negeri.
E.
PENGATURAN ASURANSI
1.
Pengaturan dalam KUHD
Dalam
KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan bersifat umum dan
bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum ada dalam Buku I Bab 9 Pasal
246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur
dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD. Pengaturan yang bersifat khusus
terdapat dalam Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592-Pasal 695 KUHD dengan
rincian:
a.
Asuransi kebakaran Pasal 287-Pasal 298
KUHD
b.
Asuransi hasil pertanian Pasal
299-Pasal 301 KUHD
c.
Asuransi jiwa Pasal 302- Pasal 308 KUHD
d.
Asuransi pengangkutan laut dan Perbudakan
Pasal 592-685KUHD
e.
Asuransi pengangkutan darat, sungai dan
peraiaran pedalaman Pasal 686-695 KUHD.
2.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Pengaturan
usaha perasuransian dalam UU No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 Pasal,
dengan rincian:
a.
Bidang usaha perasuransian, meliputi
kegiatan usaha asuransi dan usaha penunjang asuransi.
b.
Jenis usaha perasuransian, meliputi
usaha asuransi (asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi); usaha
penunjuang asuransi (pialang asuransi, pialang reasuransi dan agen asuransi).
c.
Perusahaan Perasuransian, meliputi
Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi,
Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai
kerugian Asuransi, Perusahaan Konsultan Aktuaria, Perusahaan Agen Asuransi.
d.
Bentuk Hukum usaha perasuransian
terdiri dari Persero, Koperasi, Perseroan Terbatas, Usaha Bersama (mutual).
e.
Kepemilikan Perusahaan Perasuransian
oleh WNI dan atau badan hukum Indonesia; WNI dan atau badan hukum Indonesia
bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f.
Perizinan usaha perasuransian oleh
Menteri Keuangan.
3.
Undang-Undang Asuransi Sosial
Perundang-undangan
yang mengatur asuransi sosial:
a.
Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang
(Jasa Raharja): (1) UU No 3 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang; (2) UU No. 34 Tahun 1964 tentang Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan.
b.
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek):
(1) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek); (2) PP
No. 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja; (3) PP
No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI); (4) PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai
Negeri Sipil (ASPNS).
c.
Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan
(Askes): PP No. 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri
Sipil (PNS).
BAB II
USAHA DAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN
A. USAHA
PERASURANSIAN
1.
Jenis Usaha Perasuransian
Dalam
Pasal 3 (a) UU No. 2 Tahun 1992 usaha asuransi dikelompokkan 3 jenis, usaha
asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi.
Dalam
pasal 3 (b) UU No. 2 Tahun 1992, usaha asuransi dikelompokkan 5 jenis, usaha
pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilai kerugian asuransi,
usaha konsultan aktaria, dan agen asuransi.
2.
Bentuk Hukum Usaha Perasuransian
Menurut
ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, usaha perasuransian hanya dapat
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan, Koperasi,
Perseroan Terbatas, dan Usaha Bersama.
3.
Izin Usaha Perasuransian
Untuk
mendapatkan izin usaha sebagaimana dalam Pasal 9 (1) harus dipenuhi persyaratan
yakni anggaran dasar, susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, Keahlian
dibidang perasuransian, kelayakan rencana kerja.
Pemberian
izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemberian persetujuan
prinsip dan pemberian izin usaha.
4.
Pengadaan Asuransi Atas Objek Asuransi
Pengadaan asuransi atas obyek asuransi
didasarkan pada kebebasan memilih penanggung, kecuali bagi Progam Asuransi
Sosial dan pengadaan atas obyek asuransi harus dilakukan dengan memperhatikan
daya tampung Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
B.
PERUSAHAAN PERASURANSIAN
1.
Jenis Perusahaan Perasuransian
Dalam
Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1992, perusahaan asuransi dikelompokkan 3 jenis, yaitu
perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi.
Sedangkan Pasal 5 UU No. 1992, perusahaan penunjang usaha asuransi dibedakan
menjadi 5 yaitu perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi,
perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan konsultan aktuaria, perusahaan
agen asuransi.
2.
Persyaratan Umum Perusahaan
Perasuransian
Susunan
organisasi sekurang-kurangnya meliputi fungsi pengelola resiko, pelayanan, dan
keuangan; bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; fungsi
pengelolaan keuangan dan pelayanan, bagi Perusahaan Pialang Asuansi dan
Perusahaan Pialang Reasuransi; fungsi teknis bagi Perusahaan Agen Asuransi,
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Akuaria,
memenuhi ketentuan permodalan dan mempekerjakan tenaga ahli sesuai bidang
usahanya.
3.
Kepemilikan Perusahaan Perasuransian
Menurut
Pasal 8 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, perusahaan perasuransian hanya didirikan
oleh WNI dan atau Badan Hukum yang sepenuhnya milik WNI dan atau badan hukum
Indonesia;
Perusahaan
Perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), dengan
Perusahaan Perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
4.
Modal Perusahaan Perasuransian
Besarnya
modal perusahaan perasuransian ditentukan dalam Pasal 6 PP No. 73 Tahun 1992.
Bagi perusahaan yang pemiliknya adalah WNI dan atau BHI, modalnya
sekurang-kurangnya adalah Perusahaan Asuransi Kerugian 3 juta; Perusahaan
Asuransi Jiwa 2 juta; Perusahaan Reasuransi 10 Juta; Perusahaan Pialang
Asuransi 500 juta; Perusahaan Pialang Reasuransi 500 juta. Sedangkan penyertaan
pihak asing, maka sekurang-kurangnya modal adalah Perusahaan Asuransi Kerugian
15 Juta; Perusahaan Asuaransi Jiwa 4,5 Juta; Perusahaan Reasuransi 30 Juta;
Perusahaan Pialang Asuransi 3 Juta.
C.
SANKSI ADMINISTRASI DAN PIDANA
1.
Pengenaan Sanksi Administrasi
Sanksi
administratif dikenakan kepada setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak
melakukan perizinan usaha, kesehatan keuangan, penyelenggraan usaha,
penyampaian laporan, pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang
pemeriksaan langsung. Sanksinya berupa denda Rp 1.000.000,00 bagi Perusahaan
Asuransi dan Reasuransi dan Rp 500.000,00 bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan
Pialang Reasuransi. Selain itu juga dikenakan sanksi peringatan, pembatasan
kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha.
2.
Pengenaan Sanksi Pidana
Sanksi
pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam pasal 21 UU No.
2 Tahun 1992:
a.
Terhadap pelaku utama, diancam dengan
pidana maksimal 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,00.
b.
Terhadap pelaku pambantu, diancam pidana
maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00.
c.
Terhadap pemalsu dokumen, diancam
pidana paling lama 5 tahun, dan dendan paling banyak Rp 250.000.000,00.
BAB
III
PERJANJIAN
ASURANSI
A. SYARAT-SYARAT
SAH ASURANSI
Syarat-syarat
sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHpdt. Menurut ketentuan Pasal
tersebut, ada 4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para
pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal. Syarat yang
diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251
KUHD:
1.
Kesepakatan (Consensus)
Tertanggung
dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut
pada pokoknya meliputi benda yang menjadi objek asuransi; pengalihan risiko dan
pembayaran premi; evenemen dan ganti kerugian; syarat-syarat khusus asuransi;
dibuat secara tertulis (polis).
2.
Kewenangan (Authority)
Kedua
pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui
oleh undang-undang.
3.
Objek Tertentu (Fixed Object)
Objek
tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat
berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat
pula berupa jiwa atau raga manusia.
4.
Kausa yang Halal (Legal Cause)
Kausa
yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan
dengan kesusilaan.
5.
Pemberitahuan (Notification)
a.
Teori Objektivitasm (objectivity
theory).
Menurut
teori ini, setiap asuransi harus memiliki objek tertentu (jenis, identitas dan
sifat yang dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti).
b.
Pengaturan Pemberitahuan dalam KUHD.
Tertanggung
wajib memberitahukan penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini
dilakukan saat mengadakan asuransi.
B.
TERJADINYA PERJANJIAN ASURANSI
Di
Indonesia yang mengikuti sistem hukum Eropa Kontinental, tawar-menawar
menciptakan kesepakatan, yaitu syarat pertama sahnya perjanjian menurut
ketentuan Pasal 1320 KUHPdt. Perjanjian asuransi itu ketika ada kegiatan tawar
menawar dan teori penerimaan. Perjanjian asuransi terjadi setelah tercapai
kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik
bahkan sebelum polis ditandatangani (Pasal 257 ayat (1) KUHD). Asuransi harus
dibuat tertulis dalam bentuk akta (polis). (Pasal 255 KUHD).
C.
POLIS BUKTI ASURANSI
1.
Fungsi Polis
Sebagai
alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi
antara tertanggung dan penanggung, sebagai alat bukti tertulis, isi yang
tercantum dalam polis harus jelas, juga memuat kesepakatan mengenai
syarat-syarat khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban.
2.
Isi Polis
Menurut
ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus
memuat syarat-syarat khusus yakni 1) Hari dan tanggal pembuatan perjanjian
asuransi; 2) Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga;
3)Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan; 4) Jumlah yang
diasuransikan; 5) Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung; 6)
Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan
penanggung; 7) Premi asuransi; 8) Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui
oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan oleh para pihak.
BAB
IV
OBYEK
ASURANSI
A. BENDA
ASURANSI
Benda
Asuransi
Benda
asuransi adalah benda menjadi objek perjanjian asuransi yang merupakan harta
kekayaan memiliki nilai ekonomi, dapat dihargai dengan sejumlah uang dan
berwujud.
B.
PREMI ASURANSI
1.
Premi Asuransi
Premi
adalah salah satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama
yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Besarnya jumlah premi
oleh tertanggung ditentukan berdasarkan penilaian risiko yang dipikul oleh penanggung.
Premi asuransi merupakan syarat mutlak untuk menentukan perjanjian asuransi
dilaksanakan atau tidak.
Kriteria
premi asuransi adalah dalam bentuk sejumlah uang, dibayar lebih dahulu oleh
tertanggung, sebagai imbalan pengalihan resiko, dihitung berdasarkan presentase
terhadap nilai resiko yang dialihkan, dalam jumlah premi yang harus dibayar
oleh tertangung.
Rincian
yang dapat dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah 1) Jumlah presentase dari
jumlah yang diasuransikan. 2) Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh penanggung. 3)
Kurtase untuk pialang jira asuransi diadakan melalui pialang. 4) Keuntungan
bagi penanggung dan jumlah cadangan.
2.
Premi Restorno
Premi
yang telah dibayar oleh tertanggung kepada penanggung dapat dituntut
pengembaliannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian jika asuransi
gugur atau batal, sedangkan tertanggung telah bertindak dengan iktikat baik (in
good faith), inilah yang disebut dengan premi restorno. Dalam premi restorno
harus dipenuhi syarat bahwa penanggung tidak menghadapi bahaya.
BAB
V
RESIKO,
EVENEMEN, GANTI KERUGIAN
A. RISIKO
DAN EVENEMEN
1.
Risiko dalam Asuransi.
Kriteria
risiko dalam asuransi adalah a)bahaya yang mengancam benda atau obyek asuransi;
b) berasal dari faktor ekonomi, alam, atau manusia; c) diklasifikasikan menjadi
resiko pribadi, kekayaan, tanggung jawab; d) hanya berpeluang menimbulkan
kerugian.
Cara
mengatasi resiko adalah menghindari resiko, mengurangi resiko, menahan resiko,
membagi resiko, mengalihkan resiko.
Kriteria
agar resiko dapat diasuransikan, dapat dinilai dengan uang, harus resiko murni,
kerugian timbul akibat peristiwa yang tidak pasti, tertanggung harus memiliki
insurable interest, tidak dilarang UU dan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum.
2.
Evenemen dalam Asuransi
Ciri-ciri
evenemen adalah peristiwa yang menimbulkan kerugian; tidak dapat diprediksi
lebih dahulu; berasal dari faktor ekonomi, alam, dan manusia; kerugian terhadap
diri, kekayaan, dan tanggung jawab seseorang.
3.
Jenis Evenemen.
Dalam
KUHD ada dua pasal yang menentukan jenis evenemen, yaitu Pasal 290 KUHD tentang
Asuransi Kebakaran, dan Pasal 637 KUHD tentang Asuransi Laut.
B.
GANTI KERUGIAN AKIBAT EVENEMEN
Apabila
evenemen yang terjadi telah dicantumkan dalam polis dan karenanya timbul
kerugian, maka penanggung terikat untuk membayar ganti kerugian.
C.
ASAS KESEIMBANGAN
Asas
keseimbangan adalah asas yang mendasari berlakunya hukum asuransi dan merupakan
asas yang penting karena resiko yang dialihkan kepada penanggung diimbangi
dengan jumlah premi yang dibayar oleh tertanggung. Asas ini mempunyai nilai
penting apabila ada evenemen yang menimbulkan kerugian.
Asas keseimbangan bertujuan untuk mencegah orang yang ingin berspekulasi
mencari keuntungan yang tidak halal, dengan mengadakan berkali-kali asuransi
supaya mendapat ganti rugi melebihi nilai benda sesungguhnya.
D. BERAKHIRNYA
ASURANSI
Adapun
yang menyebabkan berakhirnya asuransi adalah:
1.
Jangka Waktu Berlaku Sudah Habis
2.
Perjalanan Berakhir
3.
Terjadi Evenemen Diikuti Klaim
4.
Asuransi Berhenti atau Dibatalkan
BAB
VI
ASURANSI
RANGKAP DAN REASURANSI
A. ASURANSI
RANGKAP
Asuransi
rangkap terjadi apabila atas benda yang sama, evenemen yang sama dan waktu yang
sama diadakan beberapa asuransi. Namun asuransi rangkap itu dilarang apabila
asuransi pertama sudah diadakan dengan nilai penuh.
B.
REASURANSI (ASURANSI ULANG)
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian mendefinisikan “ Usaha
Reasuransi sebagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap
risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan
asuransi jiwa”.
Pada
perusahaan reasuransi, penanggung ulang menerima pengalihan risiko dari
penanggung sehingga kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam
reasuransi (asuransi ulang). Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung
ulang didasarkan pada perjanjian.
Pada dasarnya polis reasuransi sama dengan polis asuransi. Syarat-syarat dan
klausula-klausula yang terdapat dalam polis asuransi terdapat juga dalam polis
reasuransi. Jadi dua polis itu seolah-olah bersambung satu sama lain. Kerugian
yang wajib diganti oleh penanggung ulang, baik untuk seluruhnya maupun untuk
sebagian saja.
Perubahan
syarat-syarat dan janji-janji dalam polis asuransi harus mendapat persetujuan
dari penanggung ulang yang mangakibatkan perubahan pula pada syarat-syarat dan
janji-janji dalam polis reasuransi. Jika perubahan itu tidak diketahui oleh
penanggung ulang, dapat mengakibatkan reasuransi itu batal atau dibatalkan.
BAB
VII
ASURANSI
KERUGIAN
A. ASURANSI
KEBAKARAN
Asuransi
kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-Pasal 298 KUHD. Polis asuransi
kebakaran adalah selain memenuhi syarat dalam Pasal 256 KUHD, juga harus
memenuhi syarat dalam Pasal 287 KUHD. Adapun yang menjadi obyek asuransi
kebakaran adalah dapat berupah benda tetap, serta benda bergerak yang terdapat
didalam atau sebagai bagian dari benda yang bersangkutan. Evenemennya diatur
dalam Pasal 290 KUHD.
B.
ASURANSI LAUT
Asuransi
laut diatur dalam:
1.
Buku I Bab IX Pasal 246 - Pasal 286
KUHD tentang Asuransi pada Umumnya.
2.
Buku II Bab IX Pasal 592- Pasal 685
tentang Asuransi Bahaya Laut, dan Bab X Pasal 686 - Pasal 695 KUHD tenatng
Asuransi Bahaya Sungai dan Perairan Pedalaman.
3.
Buku II Bab XI Pasal 709 - Pasal 721
KUHD tentang Avarai.
4.
Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang
Berakhirnya Perikatan dalam Perdagangan Laut.
C.
ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
Asuransi
kendaraan bermotor adalah asuransi kerugian yang tidak mendapat pengaturan
khusus dalam KUHD. Polis standar asuransi kendaraan bermotor adalah sebagai
berikut: (1) Wilayah Negara berlakunya asuransi; (2) Pembayaran premi; (3)
pemberitahuan kecelakaan, tindakan pencegahan, tuntutan dari pihak ketiga,
tuntuatn pidana tehadap tertanggung; (4) kerugian, ganti kerugian, asuransi
rangkap, laporan tidak benar, subrogasi Pasal 284 KUHD, dan hilangnya hak ganti
kerugian; (5) Perselisihan dan arbitase; (6) Berakhirnya asuransi kendaraan
bermotor.
BAB
VIII
ASURANSI
JIWA
A. PENGERTIAN
ASURANSI JIWA
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 1
angka (1), menjelaskan bahwa asuransi jiwa adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima preni, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan. Sedangkan dalam KUHD,
asuransi jiwa diatur dalam Buku I Bab X Pasal 302 – Pasal 308 KUHD.
B.
POLIS ASURANSI JIWA
Menurut
Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat: a) hari diadakan asuransi; b) nama
tertanggung; c) nama orang yang jiwanya diasuransikan; d) saat mulai dan
berakhirnya evenemen; e) jumlah asuransi; f) premi asuransi.
C.
EVENEMEN DAN SANTUNAN
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur isi
polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi
jiwa, hal ini karena yang dimaksud bahaya dalam asuransi jiwa adalah
meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Sedangkan kapan meninggalnya itu
tidak dapat dipastikan. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi,
tertanggung belum meninggal, maka tertanggung berhak memperoleh sejumlah uang
dari penanggung dengan jumlah sesuai dengan yang telah diperjanjikan.
D. ASURANSI
JIWA BERAKHIR
Asuransi
jiwa berakhir dikarenakan faktor: 1) Karena terajdi evenemen; 2) Karena jangka
waktu berakhir; 3) Karena asuransi gugur; 4) Karena asuransi dibatalkan.
BAB
IX
JENIS-JENIS
ASURANSI SOSIAL
A. ASURANSI
SOSIAL KECELAKAAN PENUMPANG (ASKEP)
Askep diatur dalam UU No. 33 Tahun 1964
tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Lembaran Negara No. 137
Tahun 1964. Pihak dalam Askep adalah Perusahaan Negara (penanggung), dan
tertanggung adalah setiap penumpang yang sah, yang wajib membayar iuran melalui
perusahaan angkutan yang bersangkutan, kecuali penumpang angkutan umum. Dan
yang menjadi evenemen adalah kecelakaan penumpang sebagai tertanggung.
B.
ASURANSI SOSIAL KECELAKAAN LALU LINTAS
JALAN (ASKEL)
Askel
diatur dalam UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan,
Lembaran Negara No. 138 Tahun 1964, mulai berlaku 31 Desember 1964.
Pihak
yang terlibat dalam Askel adalah pihak pemilik/pengusaha kendaraan bermotor
(penyebab kecelakaan), pihak pengguna jalan raya bukan penumpang (korban
kecelakaan), pihak peguasa dana (pemerintah BUMN). Sedangkan evenemen Askel
adalah bergantung pada adanya alat angkutan lalu lintas jalan.
C.
ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA (ASTEK)
Astek
diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran
Negara No. 14 Tahun1992. Pihak dalam Astek adalah pengusaha dan tenaga kerja.
Premi dalam Astek adalah setiap iuran Progam Jamsostek yang disetor oleh
pengusaha kepada Badan Penyelenggara. Iuran tersebut adalah Progam jaminan
Kecelakaan Kerja, Progam jaminan kematian, Progam jaminan hari tua, dan Progam jaminan
pemeliharaan kesehatan.
D. ASURANSI
SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL (ASPENS)
Aspens
diatur dalam PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil,
Lembaran Negara No. 37 Tahun 1981. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU No. 11
Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, Lembaran
Negara No. 42 Tahun 1969. Pihak dalam Aspens adalah setiap pegawai Negeri
(tertanggung) dengan membayar iuran setiap bulannya sebesar 8 % dari
penghasilan tanpa tunjangan pangan, dan penanggung adalah pemerintah (persero
dalam hal ini adalah PT Taspen).
E.
ASURANSI SOSIAL ABRI (ASABRI)
ASABRI
diatur dala PP No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
RI, Lembaran Negara No. 87 Tahun 1991. Pihak dalam ASABRI adalah setiap
prajurit ASABRI dan PNS Dephankam-ABRI (tertanggung), dan PT ASABRI (Persero) adalah
pihak penanggung.
Jumlah premi yang wajib dibayar oleh prajurit ABRI dan PNS Dephankam-ABRI
setiap bulan adalah 3,25% dari penghasilan setiap bulan. Dan evenemennya adalah
peristiwa berhenti dari prajurit ABRI dan PNS Dephankam-ABRI karena pension, meninggal
dunia, atau sebab lain yang mengancam kesejahteraan mereka (menagkibatkan
berkurang atau hilangnya penghasilan mereka).
F.
ASURANSI SOSIAL KESEHATAN
Askes diatur dalam PP No. 69 Tahun 1991
tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis
Kemerdekaan, Beserta Keluarganya, Lembaran Negara No. 90 Tahun 1991.
Pihak yang menjadi tetanggung dalam Askes adalah PNS, Penerima Pensiun,
Veteran, Perintis Kemerdekaan, sedangkan yang menjadi penanggung adalah PT
Askes Indonesia (Persero) yang mendapatkan tugas dari Badan Penyelenggara. Dan
evenemen dalam Asuransi ini adalah keadaan sakit yang mengancam kesehatan
peserta. Resikonya dimulai dari sejak awal peserta membayar iuran dan berakhir
sejak peserta berhenti membayar iuran (Pasal 4 PP Nomor 69 Tahun 1991).
BAB X
ASURANSI SYARIAH
A. PENGEMBANGAN
ASURANSI SYARIAH
Pada dasarnya, yang membedakan
pelaksanaan asuransi konvensional dengan asuransi syariah yakni asuransi
syariah menghapuskan unsur ketidakpastian riba, gharar, dan maisir, sehingga
membuat ketidakraguan melakukan asuransi bagi masyarakat muslim.
Keputusan berekenaan dengan asuransi
syariah:
1.
Keputusan Menteri Keuangan RI No.
424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
2.
Keputusan Menteri Keuangan RI No.
424/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Perasuransian.
3.
Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan
Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan
Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah.
B. Konsep Asuransi
Syariah
M. Syakir Sula menegaskan bahwa konsep
asuransi syariah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul resiko
diantara para peserta sehingga antara satu dan yang lain menjadi penannggung
atas resiko yang muncul.
C. Asuransi Tafakul
Keluarga (ATK)
Perusahaan ATK didirikan di Jakarta
berdasarkan akta pendirian no. 47 tanggal 5 Mei 1994. Status hukum PT ATK
merupakan subyek hukum kegiatan asuransi, sebagai badan hukum diakui pemerintah
karena dibentuk pihak swasta.
D. Kegiatan
Perusahaan ATK
1.Pembuatan kontrak
(akad)
a. Gharar, untuk
menghindarinya, ATK mengganti perjanjian pertukaran dengan perjanjian tolong menolong.
b. Maisir, untuk
menghindarinya, ATK mengubah akad jangka waktu dan membagi premi yang telah
disetor kedalam dua rekening yang berbeda.
C. Bunga, pada ATK,
masalah bunga dieliminasi dengan konsep bagi hasil.
2. Mekanisme
pengelolaan dana
a. Premi dengan unsur
tabungan, setiap peserta asuransi wajib membayar sejumlah uang pada perusahaan
ATK, yang besranya bergantung dari keuangan peserta asuransi, yang mana premi
tersebut dimasukkan dalam dua rekening, yaitu rekening tabungan peserta dan
rekening tabarru’.
b. Premi tanpa unsur
tabungan, premi yang telah disetor, langsung dimasukkan ke rekening.
3. Hak dan kewajiban
peserta dan perusahaan asuransi
a. Hak dan kewajiban
peserta
Berhak memperoleh informasi produk yang
akan diikuti, meminta perubahan polis, mengambil nilai tunai, menerima klaim
uang santunan.
Berkewajiban memberi keterangan lengkap
dan jujur dengan mengisi surat pengajuan asuransi, membayar premi, mengajukan
permohonan tertulis pada perusahaaan jika merubah polis atau mengambil uang
tunai.
b. Hak dan kewajiban
perusahaan
Berhak menerima pembayaran premi,
meminta permohonan secra tertulis cari peserta berkenaan dengan perubahan
polis, meminta dokumen yang dianggap perlu dalam pengajuan klaim.
Berkewajiban membayar klaim jika terjadi musibah, menolak/ menyetujui
permohonan peserta asuransi dalam hal perubahan polis, menolak atau menyetujui
permohonan peserta dalam hal pengambilan nilai tunai.
4.
Syarat pembayaran klaim
a)Polis
asli; b) Mengisi formulir pengajuan klaim; c) Fc. Identitas diri yang masih
berlaku; d) Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan (jika ada); e)
Surat keterangan medis dari dokter atau RS yang merawat; f) Klaim harus
dilengakpi dengan mengisi formulir daftar pernyataan untuk kalim (khusus untuk
klaim meninggal dunia; g) Surat kematian dari instansi pemerintah yang
berwenang; h) Surat keterangan dari dokter yang berisikan keteangan sebab-sebab
meninggal; i) Surat keterangan dari polis bila meninggal karena kecelakaan.
5.
Prosedur pembayaran klaim
a)Peserta
asuransi melapor segera kepada perusahaan asuransi setelah terjadi peristiwa
(evenemen); b) Peserta asuransi atau kuasanya mengisi formulir pengajuan klaim
yang disedikan oleh perusahaaan asuransi; c) Peserta asuransi menyerahkan
dokumen-dokumen pendukung klaim kepada perusahaan asuransi; d) Pembayaran klaim
dilakukan di kantor pusat, cabang, perwakilan atau kantor yang ditunjuk oleh
perusahaan asuransi.
DAFTAR
ISI
Diambil dari literatur:Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H.,
Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006. (410 halaman)