Senin, 11 Juni 2012

Fhotoshop Cs

 Suasana Pantai Yang Tenang
 Nuansa Bolliwood
Cantik? Relatif
Kaya? Bisa dicari
Setia? yang Utama
Tapi yang Penting
"Rasanya Bung.....!!!!"

Hukum Asuransi Indonesia


BAB I
PERASURANSIAN DAN PENGATURANNYA
A.  PERKEMBANGAN PERASURANSIAN
1.    Sebelum Masehi
Di bawah kekuasaan Alexander The Great (356-323 BC), Antimenes pembantu pada zaman kebesaran Yunani memerlukan uang yang sangat banyak, dan untuk mendapatkan uang maka ia mengumumkan kepada para pemilik budak untuk mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes, dengan imbalan ia menjanjikan jika ada budak yang melarikan diri, maka ia akan menangkap budak tersebut dan jika tidak dapat ditangkap, maka ia akan membayar uang sebagai gantinya. Perjanjian sama seperti asuransi kerugian ini berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke-10 sesudah Masehi.
2.    Abad Pertengahan
Perjanjian ini pada abad sebelum Masehi terus berkembang sampai abad pertengahan. Di Inggris berkembang asuransi kebakaran yang dibentuk sekelompok perkumpulan yang disebut gilde. Gilde akan memberikan sejumlah uang yang terkumpul dari anggota. Di Denmark, Jerman dan negara Eropa lainnya perjanjian asuransi kebakaran berkembang sampai abad ke-12. Pada abad ke-13, ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang sehingga munculah asuransi kerugian laut.
3.    Sesudah Abad Pertengahan
Bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran sesudah abad pertengahan berkembang pesat di negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada tahun ke-17, kemudian Prancis abad ke-18, dan terus ke Belanda.
4.    Abad Ilmu dan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang asuransi, bidang penunjang asuransi, asuransi kerugian, asuransi jiwa dan asuransi sosial. Pembangunan di bidang ekonomi ditandai munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memerlukan banyak modal, sehingga diperlukanlah asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga kerja.

B.   ISTILAH DAN DEFINISI PERASURANSIAN
1.    Perasuransian dan asuransi
Perasuransian adalah istilah hukum yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian. Perasuransian berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi.
Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 jenis:
a.       Usaha asuransi (insurance business)
b.      Usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business) 
2.    Pertanggungan dan Penjaminan
Istilah aslinya adalah verzeking atau assurantie (bahasa Belanda). Prof. R. Sukardono mengartikan “pertanggungan”. Dalam verzekeringsrecht dikenal juga istilah verzekeraar dan verzekerde. Verzekeraar oleh Prof. R. Soekardono diartikan penanggung, yaitu pihak yang menanggung resiko. Sementara verzekerde diartikan tertanggung, yaitu pihak yang mengalihkan resiko atas kekayaan/ jiwanya kepada penanggung. 

C.   TUJUAN ASURANSI
1.    Teori Pengalihan Resiko
2.    Pembayaran Ganti Kerugian
3.    Pembayaran Santunan
4.    Kesejahteraan Anggota

D.  ASURANSI BUKAN UNTUNG-UNTUNGAN
1.    Pengalihan Risiko Diimbangi Premi
Pengalihan resiko tertanggung kepada penanggung diimbangi pembayaran premi tertanggung yang seimbang dengan beratnya resiko.
2.    Gugatan Melalui Pengadilan
Jika penanggung tidak membayar premi, maka asuransi dapat dibatalkan. Dan jika penanggung tidak membayar ganti kerugian, tertanggung dapat menggugat penanggung melalui Pengadilan Negeri. Sedangkan dalam perjanjian untung-untungan, jika yang kalah wanprestasi, dia tidak dapat digugat melalui Pengadilan Negeri.

E.   PENGATURAN ASURANSI
1.    Pengaturan dalam KUHD
Dalam KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan bersifat umum dan bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum ada dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592-Pasal 695 KUHD dengan rincian:
a.    Asuransi kebakaran Pasal 287-Pasal 298 KUHD
b.    Asuransi hasil pertanian Pasal 299-Pasal 301 KUHD
c.    Asuransi jiwa Pasal 302- Pasal 308 KUHD
d.    Asuransi pengangkutan laut dan Perbudakan Pasal 592-685KUHD
e.    Asuransi pengangkutan darat, sungai dan peraiaran pedalaman Pasal 686-695 KUHD.
2.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Pengaturan usaha perasuransian dalam UU No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 Pasal, dengan rincian:
a.       Bidang usaha perasuransian, meliputi kegiatan usaha asuransi dan usaha penunjang asuransi.
b.      Jenis usaha perasuransian, meliputi usaha asuransi (asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi); usaha penunjuang asuransi (pialang asuransi, pialang reasuransi dan agen asuransi).
c.       Perusahaan Perasuransian, meliputi Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai kerugian Asuransi, Perusahaan Konsultan Aktuaria, Perusahaan Agen Asuransi.
d.      Bentuk Hukum usaha perasuransian terdiri dari Persero, Koperasi, Perseroan Terbatas, Usaha Bersama (mutual).
e.       Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh WNI dan atau badan hukum Indonesia; WNI dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f.       Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.
3.    Undang-Undang Asuransi Sosial
Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial: 
a.    Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja): (1) UU No 3 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang; (2) UU No. 34 Tahun 1964 tentang Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
b.    Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek): (1) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek); (2) PP No. 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja; (3) PP No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); (4) PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS).
c.    Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes): PP No. 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

BAB II
USAHA DAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN
A.  USAHA PERASURANSIAN
1.    Jenis Usaha Perasuransian
Dalam Pasal 3 (a) UU No. 2 Tahun 1992 usaha asuransi dikelompokkan 3 jenis, usaha asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi.
Dalam pasal 3 (b) UU No. 2 Tahun 1992, usaha asuransi dikelompokkan 5 jenis, usaha pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilai kerugian asuransi, usaha konsultan aktaria, dan agen asuransi.
2.    Bentuk Hukum Usaha Perasuransian
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan, Koperasi, Perseroan Terbatas, dan Usaha Bersama.
3.    Izin Usaha Perasuransian
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dalam Pasal 9 (1) harus dipenuhi persyaratan yakni anggaran dasar, susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, Keahlian dibidang perasuransian, kelayakan rencana kerja.
Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemberian persetujuan prinsip dan pemberian izin usaha. 
4.    Pengadaan Asuransi Atas Objek Asuransi
Pengadaan asuransi atas obyek asuransi didasarkan pada kebebasan memilih penanggung, kecuali bagi Progam Asuransi Sosial dan pengadaan atas obyek asuransi harus dilakukan dengan memperhatikan daya tampung Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.

B.   PERUSAHAAN PERASURANSIAN
1.    Jenis Perusahaan Perasuransian
Dalam Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1992, perusahaan asuransi dikelompokkan 3 jenis, yaitu perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi. Sedangkan Pasal 5 UU No. 1992, perusahaan penunjang usaha asuransi dibedakan menjadi 5 yaitu perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan konsultan aktuaria, perusahaan agen asuransi.
2.    Persyaratan Umum Perusahaan Perasuransian
Susunan organisasi sekurang-kurangnya meliputi fungsi pengelola resiko, pelayanan, dan keuangan; bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; fungsi pengelolaan keuangan dan pelayanan, bagi Perusahaan Pialang Asuansi dan Perusahaan Pialang Reasuransi; fungsi teknis bagi Perusahaan Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Akuaria, memenuhi ketentuan permodalan dan mempekerjakan tenaga ahli sesuai bidang usahanya.
3.    Kepemilikan Perusahaan Perasuransian
Menurut Pasal 8 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, perusahaan perasuransian hanya didirikan oleh WNI dan atau Badan Hukum yang sepenuhnya milik WNI dan atau badan hukum Indonesia;
Perusahaan Perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), dengan Perusahaan Perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
4.    Modal Perusahaan Perasuransian
Besarnya modal perusahaan perasuransian ditentukan dalam Pasal 6 PP No. 73 Tahun 1992. Bagi perusahaan yang pemiliknya adalah WNI dan atau BHI, modalnya sekurang-kurangnya adalah Perusahaan Asuransi Kerugian 3 juta; Perusahaan Asuransi Jiwa 2 juta; Perusahaan Reasuransi 10 Juta; Perusahaan Pialang Asuransi 500 juta; Perusahaan Pialang Reasuransi 500 juta. Sedangkan penyertaan pihak asing, maka sekurang-kurangnya modal adalah Perusahaan Asuransi Kerugian 15 Juta; Perusahaan Asuaransi Jiwa 4,5 Juta; Perusahaan Reasuransi 30 Juta; Perusahaan Pialang Asuransi 3 Juta.

C.   SANKSI ADMINISTRASI DAN PIDANA
1.    Pengenaan Sanksi Administrasi
Sanksi administratif dikenakan kepada setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak melakukan perizinan usaha, kesehatan keuangan, penyelenggraan usaha, penyampaian laporan, pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung. Sanksinya berupa denda Rp 1.000.000,00 bagi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dan Rp 500.000,00 bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi. Selain itu juga dikenakan sanksi peringatan, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha.
2.    Pengenaan Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam pasal 21 UU No. 2 Tahun 1992:
a.       Terhadap pelaku utama, diancam dengan pidana maksimal 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,00.
b.      Terhadap pelaku pambantu, diancam pidana maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00.
c.       Terhadap pemalsu dokumen, diancam pidana paling lama 5 tahun, dan dendan paling banyak Rp 250.000.000,00.

BAB III
PERJANJIAN ASURANSI
A.  SYARAT-SYARAT SAH ASURANSI
Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHpdt. Menurut ketentuan Pasal tersebut, ada 4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal. Syarat yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251 KUHD:
1.    Kesepakatan (Consensus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi benda yang menjadi objek asuransi; pengalihan risiko dan pembayaran premi; evenemen dan ganti kerugian; syarat-syarat khusus asuransi; dibuat secara tertulis (polis).
2.    Kewenangan (Authority)
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang.
3.    Objek Tertentu (Fixed Object)
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia.
4.    Kausa yang Halal (Legal Cause)
Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
5.    Pemberitahuan (Notification)
a.       Teori Objektivitasm (objectivity theory).
Menurut teori ini, setiap asuransi harus memiliki objek tertentu (jenis, identitas dan sifat yang dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti).
b.      Pengaturan Pemberitahuan dalam KUHD.
Tertanggung wajib memberitahukan penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan saat mengadakan asuransi.

B.   TERJADINYA PERJANJIAN ASURANSI
Di Indonesia yang mengikuti sistem hukum Eropa Kontinental, tawar-menawar menciptakan kesepakatan, yaitu syarat pertama sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt. Perjanjian asuransi itu ketika ada kegiatan tawar menawar dan teori penerimaan. Perjanjian asuransi terjadi setelah tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik bahkan sebelum polis ditandatangani (Pasal 257 ayat (1) KUHD). Asuransi harus dibuat tertulis dalam bentuk akta (polis). (Pasal 255 KUHD).

C.   POLIS BUKTI ASURANSI
1.    Fungsi Polis 
Sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung, sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, juga memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban.

2.    Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus memuat syarat-syarat khusus yakni 1) Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi; 2) Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga; 3)Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan; 4) Jumlah yang diasuransikan; 5) Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung; 6) Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung; 7) Premi asuransi; 8) Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan oleh para pihak.

BAB IV
OBYEK ASURANSI
A.  BENDA ASURANSI
Benda Asuransi
Benda asuransi adalah benda menjadi objek perjanjian asuransi yang merupakan harta kekayaan memiliki nilai ekonomi, dapat dihargai dengan sejumlah uang dan berwujud.

B.   PREMI ASURANSI
1.    Premi Asuransi
Premi adalah salah satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Besarnya jumlah premi oleh tertanggung ditentukan berdasarkan penilaian risiko yang dipikul oleh penanggung. Premi asuransi merupakan syarat mutlak untuk menentukan perjanjian asuransi dilaksanakan atau tidak.
Kriteria premi asuransi adalah dalam bentuk sejumlah uang, dibayar lebih dahulu oleh tertanggung, sebagai imbalan pengalihan resiko, dihitung berdasarkan presentase terhadap nilai resiko yang dialihkan, dalam jumlah premi yang harus dibayar oleh tertangung.
Rincian yang dapat dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah 1) Jumlah presentase dari jumlah yang diasuransikan. 2) Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh penanggung. 3) Kurtase untuk pialang jira asuransi diadakan melalui pialang. 4) Keuntungan bagi penanggung dan jumlah cadangan.
2.    Premi Restorno
Premi yang telah dibayar oleh tertanggung kepada penanggung dapat dituntut pengembaliannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian jika asuransi gugur atau batal, sedangkan tertanggung telah bertindak dengan iktikat baik (in good faith), inilah yang disebut dengan premi restorno. Dalam premi restorno harus dipenuhi syarat bahwa penanggung tidak menghadapi bahaya. 


BAB V
RESIKO, EVENEMEN, GANTI KERUGIAN
A.  RISIKO DAN EVENEMEN
1.    Risiko dalam Asuransi.
Kriteria risiko dalam asuransi adalah a)bahaya yang mengancam benda atau obyek asuransi; b) berasal dari faktor ekonomi, alam, atau manusia; c) diklasifikasikan menjadi resiko pribadi, kekayaan, tanggung jawab; d) hanya berpeluang menimbulkan kerugian.
Cara mengatasi resiko adalah menghindari resiko, mengurangi resiko, menahan resiko, membagi resiko, mengalihkan resiko.
Kriteria agar resiko dapat diasuransikan, dapat dinilai dengan uang, harus resiko murni, kerugian timbul akibat peristiwa yang tidak pasti, tertanggung harus memiliki insurable interest, tidak dilarang UU dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
2.    Evenemen dalam Asuransi
Ciri-ciri evenemen adalah peristiwa yang menimbulkan kerugian; tidak dapat diprediksi lebih dahulu; berasal dari faktor ekonomi, alam, dan manusia; kerugian terhadap diri, kekayaan, dan tanggung jawab seseorang.
3.    Jenis Evenemen.
Dalam KUHD ada dua pasal yang menentukan jenis evenemen, yaitu Pasal 290 KUHD tentang Asuransi Kebakaran, dan Pasal 637 KUHD tentang Asuransi Laut.

B.   GANTI KERUGIAN AKIBAT EVENEMEN
Apabila evenemen yang terjadi telah dicantumkan dalam polis dan karenanya timbul kerugian, maka penanggung terikat untuk membayar ganti kerugian.

C.   ASAS KESEIMBANGAN
Asas keseimbangan adalah asas yang mendasari berlakunya hukum asuransi dan merupakan asas yang penting karena resiko yang dialihkan kepada penanggung diimbangi dengan jumlah premi yang dibayar oleh tertanggung. Asas ini mempunyai nilai penting apabila ada evenemen yang menimbulkan kerugian.
Asas keseimbangan bertujuan untuk mencegah orang yang ingin berspekulasi mencari keuntungan yang tidak halal, dengan mengadakan berkali-kali asuransi supaya mendapat ganti rugi melebihi nilai benda sesungguhnya.



D.  BERAKHIRNYA ASURANSI
Adapun yang menyebabkan berakhirnya asuransi adalah:
1.      Jangka Waktu Berlaku Sudah Habis
2.      Perjalanan Berakhir
3.      Terjadi Evenemen Diikuti Klaim
4.      Asuransi Berhenti atau Dibatalkan

BAB VI
ASURANSI RANGKAP DAN REASURANSI
A.  ASURANSI RANGKAP
Asuransi rangkap terjadi apabila atas benda yang sama, evenemen yang sama dan waktu yang sama diadakan beberapa asuransi. Namun asuransi rangkap itu dilarang apabila asuransi pertama sudah diadakan dengan nilai penuh.

B.   REASURANSI (ASURANSI ULANG)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian mendefinisikan “ Usaha Reasuransi sebagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa”.
Pada perusahaan reasuransi, penanggung ulang menerima pengalihan risiko dari penanggung sehingga kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam reasuransi (asuransi ulang). Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung ulang didasarkan pada perjanjian.
Pada dasarnya polis reasuransi sama dengan polis asuransi. Syarat-syarat dan klausula-klausula yang terdapat dalam polis asuransi terdapat juga dalam polis reasuransi. Jadi dua polis itu seolah-olah bersambung satu sama lain. Kerugian yang wajib diganti oleh penanggung ulang, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian saja.
Perubahan syarat-syarat dan janji-janji dalam polis asuransi harus mendapat persetujuan dari penanggung ulang yang mangakibatkan perubahan pula pada syarat-syarat dan janji-janji dalam polis reasuransi. Jika perubahan itu tidak diketahui oleh penanggung ulang, dapat mengakibatkan reasuransi itu batal atau dibatalkan.

BAB VII
ASURANSI KERUGIAN
A.  ASURANSI KEBAKARAN
Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-Pasal 298 KUHD. Polis asuransi kebakaran adalah selain memenuhi syarat dalam Pasal 256 KUHD, juga harus memenuhi syarat dalam Pasal 287 KUHD. Adapun yang menjadi obyek asuransi kebakaran adalah dapat berupah benda tetap, serta benda bergerak yang terdapat didalam atau sebagai bagian dari benda yang bersangkutan. Evenemennya diatur dalam Pasal 290 KUHD.

B.   ASURANSI LAUT
Asuransi laut diatur dalam:
1.      Buku I Bab IX Pasal 246 - Pasal 286 KUHD tentang Asuransi pada Umumnya.
2.      Buku II Bab IX Pasal 592- Pasal 685 tentang Asuransi Bahaya Laut, dan Bab X Pasal 686 - Pasal 695 KUHD tenatng Asuransi Bahaya Sungai dan Perairan Pedalaman.
3.      Buku II Bab XI Pasal 709 - Pasal 721 KUHD tentang Avarai.
4.      Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang Berakhirnya Perikatan dalam Perdagangan Laut.

C.   ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
Asuransi kendaraan bermotor adalah asuransi kerugian yang tidak mendapat pengaturan khusus dalam KUHD. Polis standar asuransi kendaraan bermotor adalah sebagai berikut: (1) Wilayah Negara berlakunya asuransi; (2) Pembayaran premi; (3) pemberitahuan kecelakaan, tindakan pencegahan, tuntutan dari pihak ketiga, tuntuatn pidana tehadap tertanggung; (4) kerugian, ganti kerugian, asuransi rangkap, laporan tidak benar, subrogasi Pasal 284 KUHD, dan hilangnya hak ganti kerugian; (5) Perselisihan dan arbitase; (6) Berakhirnya asuransi kendaraan bermotor.

BAB VIII
ASURANSI JIWA
A.  PENGERTIAN ASURANSI JIWA
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 1 angka (1), menjelaskan bahwa asuransi jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima preni, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan. Sedangkan dalam KUHD, asuransi jiwa diatur dalam Buku I Bab X Pasal 302 – Pasal 308 KUHD.

B.   POLIS ASURANSI JIWA
Menurut Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat: a) hari diadakan asuransi; b) nama tertanggung; c) nama orang yang jiwanya diasuransikan; d) saat mulai dan berakhirnya evenemen; e) jumlah asuransi; f) premi asuransi.


C.   EVENEMEN DAN SANTUNAN
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa, hal ini karena yang dimaksud bahaya dalam asuransi jiwa adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Sedangkan kapan meninggalnya itu tidak dapat dipastikan. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi, tertanggung belum meninggal, maka tertanggung berhak memperoleh sejumlah uang dari penanggung dengan jumlah sesuai dengan yang telah diperjanjikan. 
D.  ASURANSI JIWA BERAKHIR
Asuransi jiwa berakhir dikarenakan faktor: 1) Karena terajdi evenemen; 2) Karena jangka waktu berakhir; 3) Karena asuransi gugur; 4) Karena asuransi dibatalkan.

BAB IX
JENIS-JENIS ASURANSI SOSIAL
A.  ASURANSI SOSIAL KECELAKAAN PENUMPANG (ASKEP)
Askep diatur dalam UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Lembaran Negara No. 137 Tahun 1964. Pihak dalam Askep adalah Perusahaan Negara (penanggung), dan tertanggung adalah setiap penumpang yang sah, yang wajib membayar iuran melalui perusahaan angkutan yang bersangkutan, kecuali penumpang angkutan umum. Dan yang menjadi evenemen adalah kecelakaan penumpang sebagai tertanggung.

B.   ASURANSI SOSIAL KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN (ASKEL)
Askel diatur dalam UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, Lembaran Negara No. 138 Tahun 1964, mulai berlaku 31 Desember 1964.
Pihak yang terlibat dalam Askel adalah pihak pemilik/pengusaha kendaraan bermotor (penyebab kecelakaan), pihak pengguna jalan raya bukan penumpang (korban kecelakaan), pihak peguasa dana (pemerintah BUMN). Sedangkan evenemen Askel adalah bergantung pada adanya alat angkutan lalu lintas jalan.

C.   ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA (ASTEK)
Astek diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara No. 14 Tahun1992. Pihak dalam Astek adalah pengusaha dan tenaga kerja. Premi dalam Astek adalah setiap iuran Progam Jamsostek yang disetor oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara. Iuran tersebut adalah Progam jaminan Kecelakaan Kerja, Progam jaminan kematian, Progam jaminan hari tua, dan Progam jaminan pemeliharaan kesehatan.

D.  ASURANSI SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL (ASPENS)
Aspens diatur dalam PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara No. 37 Tahun 1981. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU No. 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, Lembaran Negara No. 42 Tahun 1969. Pihak dalam Aspens adalah setiap pegawai Negeri (tertanggung) dengan membayar iuran setiap bulannya sebesar 8 % dari penghasilan tanpa tunjangan pangan, dan penanggung adalah pemerintah (persero dalam hal ini adalah PT Taspen).

E.   ASURANSI SOSIAL ABRI (ASABRI)
ASABRI diatur dala PP No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI, Lembaran Negara No. 87 Tahun 1991. Pihak dalam ASABRI adalah setiap prajurit ASABRI dan PNS Dephankam-ABRI (tertanggung), dan PT ASABRI (Persero) adalah pihak penanggung.
Jumlah premi yang wajib dibayar oleh prajurit ABRI dan PNS Dephankam-ABRI setiap bulan adalah 3,25% dari penghasilan setiap bulan. Dan evenemennya adalah peristiwa berhenti dari prajurit ABRI dan PNS Dephankam-ABRI karena pension, meninggal dunia, atau sebab lain yang mengancam kesejahteraan mereka (menagkibatkan berkurang atau hilangnya penghasilan mereka).

F.    ASURANSI SOSIAL KESEHATAN
Askes diatur dalam PP No. 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, Beserta Keluarganya, Lembaran Negara No. 90 Tahun 1991.
Pihak yang menjadi tetanggung dalam Askes adalah PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, sedangkan yang menjadi penanggung adalah PT Askes Indonesia (Persero) yang mendapatkan tugas dari Badan Penyelenggara. Dan evenemen dalam Asuransi ini adalah keadaan sakit yang mengancam kesehatan peserta. Resikonya dimulai dari sejak awal peserta membayar iuran dan berakhir sejak peserta berhenti membayar iuran (Pasal 4 PP Nomor 69 Tahun 1991).

BAB X
ASURANSI SYARIAH
A.  PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
Pada dasarnya, yang membedakan pelaksanaan asuransi konvensional dengan asuransi syariah yakni asuransi syariah menghapuskan unsur ketidakpastian riba, gharar, dan maisir, sehingga membuat ketidakraguan melakukan asuransi bagi masyarakat muslim.
Keputusan berekenaan dengan asuransi syariah:
1.      Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
2.      Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Perasuransian.
3.      Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah.

B. Konsep Asuransi Syariah
M. Syakir Sula menegaskan bahwa konsep asuransi syariah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul resiko diantara para peserta sehingga antara satu dan yang lain menjadi penannggung atas resiko yang muncul.

C. Asuransi Tafakul Keluarga (ATK)
Perusahaan ATK didirikan di Jakarta berdasarkan akta pendirian no. 47 tanggal 5 Mei 1994. Status hukum PT ATK merupakan subyek hukum kegiatan asuransi, sebagai badan hukum diakui pemerintah karena dibentuk pihak swasta.

D. Kegiatan Perusahaan ATK
1.Pembuatan kontrak (akad)
a. Gharar, untuk menghindarinya, ATK mengganti perjanjian pertukaran dengan perjanjian tolong menolong.
b. Maisir, untuk menghindarinya, ATK mengubah akad jangka waktu dan membagi premi yang telah disetor kedalam dua rekening yang berbeda.
C. Bunga, pada ATK, masalah bunga dieliminasi dengan konsep bagi hasil.
2. Mekanisme pengelolaan dana
a. Premi dengan unsur tabungan, setiap peserta asuransi wajib membayar sejumlah uang pada perusahaan ATK, yang besranya bergantung dari keuangan peserta asuransi, yang mana premi tersebut dimasukkan dalam dua rekening, yaitu rekening tabungan peserta dan rekening tabarru’.
b. Premi tanpa unsur tabungan, premi yang telah disetor, langsung dimasukkan ke rekening.
3. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi
a. Hak dan kewajiban peserta
Berhak memperoleh informasi produk yang akan diikuti, meminta perubahan polis, mengambil nilai tunai, menerima klaim uang santunan.
Berkewajiban memberi keterangan lengkap dan jujur dengan mengisi surat pengajuan asuransi, membayar premi, mengajukan permohonan tertulis pada perusahaaan jika merubah polis atau mengambil uang tunai.
b. Hak dan kewajiban perusahaan
Berhak menerima pembayaran premi, meminta permohonan secra tertulis cari peserta berkenaan dengan perubahan polis, meminta dokumen yang dianggap perlu dalam pengajuan klaim.
Berkewajiban membayar klaim jika terjadi musibah, menolak/ menyetujui permohonan peserta asuransi dalam hal perubahan polis, menolak atau menyetujui permohonan peserta dalam hal pengambilan nilai tunai.
4.    Syarat pembayaran klaim
a)Polis asli; b) Mengisi formulir pengajuan klaim; c) Fc. Identitas diri yang masih berlaku; d) Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan (jika ada); e) Surat keterangan medis dari dokter atau RS yang merawat; f) Klaim harus dilengakpi dengan mengisi formulir daftar pernyataan untuk kalim (khusus untuk klaim meninggal dunia; g) Surat kematian dari instansi pemerintah yang berwenang; h) Surat keterangan dari dokter yang berisikan keteangan sebab-sebab meninggal; i) Surat keterangan dari polis bila meninggal karena kecelakaan.
5.    Prosedur pembayaran klaim
a)Peserta asuransi melapor segera kepada perusahaan asuransi setelah terjadi peristiwa (evenemen); b) Peserta asuransi atau kuasanya mengisi formulir pengajuan klaim yang disedikan oleh perusahaaan asuransi; c) Peserta asuransi menyerahkan dokumen-dokumen pendukung klaim kepada perusahaan asuransi; d) Pembayaran klaim dilakukan di kantor pusat, cabang, perwakilan atau kantor yang ditunjuk oleh perusahaan asuransi.
















DAFTAR ISI

Diambil dari literatur:Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006. (410 halaman)







Hukum asuransi dalam Islam


Kehidupan manusia pada zaman modern ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan manusia sendiri tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia akan meninggal dunia. Resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan kematian itu sendiri.
Untuk menanggulangi itu semua, manusia berinisiatif untuk membuat suatu transaksi yang bisa menjamin diri dan hartanya, yang kemudian dikenal dengan istilah asuransi. Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer yang belum ada pada zaman nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan tentang hukumnya di dalam Islam
Pengertian Asuransi
Asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful, atau at Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta’min, berasal dari kata amina, yang berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 )  Dinamakan at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
” Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan ”
Macam-macam Asuransi
Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :
I. Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi :
1.    Asuransi Pribadi ( Ta’min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial
2.    Asuransi Sosial ( Ta’min  Ijtima’i ) , yaitu asuransi ( jaminan )  yang diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat, seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian berubah menjadi Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI ), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan  dan lain-lain. 
Catatan : Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis asuransi yang memberikan  kepastian / jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk keperluan dana pendidikan.
Proteksi mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan. 
II. Asuransi ditinjau dari bentuknya.
Asuransi ditinjau dari bentuknya dibagi menjadi dua :
1.      Asuransi Takaful atau Ta’awun. ( at Ta’min at Ta’awuni )
2.      Asuransi Niaga ( at Ta’min at Tijari ) ini mencakup : asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
III. Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
Jenis-jenis asuran ditinjau dari aspek pertanggungan adalah sebagai berikut :
Pertama : Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta’min al Adhrar )
Asuransi Kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi Jiwa. ( Ta’min al Askhas )
Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari nasabah tersebut.
Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk  :
1.      Term assurance (Asuransi Berjangka)
Term assurance adalah bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam periode
waktu tertentu.
Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance)  :
·          Usia Tertanggung 30 tahun
·          Masa Kontrak 1 tahun
·          Rate Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
·          Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
·          Premi Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
·          Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.      Whole Life Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup) 
Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang akan membayar sejumlah uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun. Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti pada term assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka premium akan lebih mahal dibanding premi term assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis whole life merupakan polis substantif dan sering digunakan sebagai proteksi dalam pinjaman.
3.      Endowment Assurance (Asuransi Dwiguna) 
Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang telah ditetapkan.
Contoh Asuransi Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term & Endowment)
·          Usia Tertanggung 30 tahun
·          Masa Kontrak 10 tahun
·          Rate Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
·          Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
·          Premi yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
·          Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
a.         Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
b.        Bila tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang pertanggungan sebesar 100 juta

IV. Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.
Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan, maka menjadi :
1.      Asuransi Konvensional
2.      Asuransi Syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan operator. 
Hukum Asuransi
Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :
Pertama : Ansuransi Ta’awun
Untuk asuransi ta’awun dibolehkan di dalam Islam, alasan-alasannya sebagai berikut :
1.      Asuransi Ta’awun termasuk akad tabarru’ (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang  menyumbang sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok asuransi ta’awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan  ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.
2.      Asuransi Ta’awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba.
3.      Ketidaktahuaan para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan perjudian.
4.      Adanya beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini, baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua : Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :
1.      Asuransi sosial ini tidak termasuk akad mu’awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu. 
2.      Asuransi sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan  hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai berikut :
Pertama: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad  secara terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
َ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“ Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan.” ( HR Muslim, no : 2787  )
Kedua: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur mukhatarah  ( spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang,  juga mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang tidak seimbang. Karena pihak peserta ( penerima asuransi ) terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." ( QS. Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi’ah sekaligus. Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi’ah. Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi’ah. Dan kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para ulama.
Keempat: Akad Asuransi Bisnis juga mengandung unsur  rihan ( taruhan )  yang diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta  perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
" Tidak ada perlombaan  kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta ), atau  yang berkuku ( kuda ), serta memanah.” ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210 )
Asuransi tidak termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga diharamkan.
Kelima: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa': 29).
Keenam: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara’. Karena pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan  bertanggungjawab terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional.
Adapun perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :
1.       Dari Sisi Prinsip Dasar
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah kedua- duanya bertugas untuk mengelola dan menanggulangi risiko, hanya saja di dalam Asuransi Syariah konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola saling menanggung risiko antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau disebut dengan at takaful dan at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional pola kerjanya adalah memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan ( pengelola ), yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai peserta akan ditanggung secara penuh oleh pengelola.
2.       Dari Sisi Akad
Pada bagian tertentu ausransi syariah akadnya adalah tabarru’ ( sumbangan kemanusiaan ) dan ta’awun ( tolong menolong ), serta akad wakalah dan mudharabah ( bagi hasil ). Sedangkan pada asuransi konvensional, akadnya adalah jual beli yang bersifat al gharar ( spekulatif ).
3.       Dari Sisi Kepimilikan Dana
Di dalam Asuransi Konvensional dana yang dibayarkan nasabah kepada perusahaan ( premi ) menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh, khususnya jika peserta tidak melakukan klaim apapun selama masa asuransi. Sedangkan di dalam Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik peserta, setelah dikurangi pembiayaan dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di dalam Asuransi Syariah, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang digaji oleh peserta, atau yang sering disebut dengan istilah al Wakalah bi al Ajri. Bisa juga perusahaan sebgai pengelola dana ( mudharib ) dalam akad mudharabah ( bagi hasil ). Bahkan ada perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus pengelolaan dana tabarru’nya kepada peserta selama tidak ada klaim pada masa asuransi. Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
4.       Dari sisi obyek
Asuransi Syariah hanya membatasi pengelolaannya pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak mengandung syubhat. Oleh karenanya tidak boleh menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram atau syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan untuk maksiat, atau pabrik-pabrik minuman keras dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak syariah.  Adapun Asuransi Konvensional tidak membedakan obyek yang haram atau halal, yang penting mendatangkan keuntungan.
5.       Dari Sisi Investasi Dana.
Dana dari kumpulan premi dari peserta selama belum dipakai, oleh perusahaan asuransi syariah diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang halal yang didasarkan pada sistem upah atau bagi hasil. Adapun asuransi konvensional pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang banyak mengandung riba dan spekulatif ( gharar ).
6.       Dari Sisi Pembayaran Klaim.
Pada asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan dari rekening tabarru’ ( dana sosial ) dari seluruh peserta, yang sejak awal diniatkan untuk diinfakkan untuk kepentingan saling tolong menolong bila terjadi musibah pada sebagian atau seluruh peserta. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan karena sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi menjadi milik perusahaan dan jika terjadi klaim, maka secara otomatis menjadi pengeluaraan perusahaan.

7.       Dari Sisi Pengawasan.
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah ( DPS ), sesuatu yang tidak di dapatkan pada asuransi konvensional.
8.       Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional tidak dikenal istilah zakat.
Perkembangan Asuransi di Indonesia 
Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912 orang-orang pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan dari NILIMIJ di atas.  Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi konvensional berkembang pesat hingga  tahun 2005 telah tercatat sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap tahunnya. Diantara asuransi jiwa yang ada adalah : American International Group Lippo ( Aig Lippo ), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Adapun asuransi Syariah pertama kali di Indonesia baru muncul pada 24 Pebruari tahun 1994, yaitu Syarikat Takaful. Walaupun begitu, perkembangan asuransi Syariat jauh lebih pesat dari asuransi konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.
Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi konvensional yang berpindah menjadi asuransi Syariat secara total atau memiliki dual programme, yaitu menjual produk-produk konvensional dan syariat dalam satu waktu  . Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah adalah  PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994.   Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.












DAFTAR PUSTAKA

Template by:

Free Blog Templates