Kehidupan manusia pada zaman modern ini
sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan manusia sendiri tidak
mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia akan meninggal dunia.
Resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan
transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi
kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan
kematian itu sendiri.
Untuk menanggulangi itu semua, manusia berinisiatif untuk
membuat suatu transaksi yang bisa menjamin diri dan hartanya, yang kemudian
dikenal dengan istilah asuransi. Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer
yang belum ada pada zaman nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada
penjelasan tentang hukumnya di dalam Islam
Pengertian Asuransi
Asuransi berasal dari kata assurantie dalam
bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis,
atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance
berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang Insurance berarti
menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah : at
Takaful, atau at Tadhamun yang berarti : saling
menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta’min,
berasal dari kata amina, yang berarti aman, tentram, dan
tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang berarti takut dan
khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 )
Dinamakan at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya
para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang
akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana yang
disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
” Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan ”
Macam-macam Asuransi
Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis
asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya,
dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai
aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang
digunakan :
I. Asuransi ditinjau dari aspek
peserta, maka dibagi menjadi
:
1. Asuransi Pribadi ( Ta’min Fardi )
: yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya
tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi
sosial
2. Asuransi Sosial ( Ta’min
Ijtima’i ) , yaitu asuransi ( jaminan ) yang diberikan
kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI,
orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya.
Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat,
seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT
Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian berubah menjadi
Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI
), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan dan lain-lain.
Catatan : Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis asuransi
yang memberikan kepastian / jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya
pendidikan kelak. Asuransi Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi
dan Proteksi. Investasi bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai
agar mampu mengalahkan laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang
tercipta bisa dipakai untuk keperluan dana pendidikan.
Proteksi mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada
diri Anak atau peserta utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi
resiko (sakit) maka asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa
mengurangi dana yang telah diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini. Dengan
adanya proteksi yang diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan tidak
akan terganggu karena terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan
anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua
(penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil
alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini
sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk
pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan.
II. Asuransi ditinjau dari
bentuknya.
Asuransi ditinjau dari bentuknya dibagi menjadi dua :
1. Asuransi Takaful atau Ta’awun. ( at
Ta’min at Ta’awuni )
2. Asuransi Niaga ( at Ta’min at
Tijari ) ini mencakup : asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
III. Asuransi ditinjau dari aspek
pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
Jenis-jenis asuran ditinjau dari aspek pertanggungan adalah
sebagai berikut :
Pertama : Asuransi Umum atau Asuransi
Kerugian ( Ta’min al Adhrar )
Asuransi Kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi
kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian
mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini
diadakan, baik kerugian itu berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada
tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak
mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi Jiwa. ( Ta’min al
Askhas )
Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan asuransi
kepada nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam
hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah
tertentu kepada ahli waris dari nasabah tersebut.
Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk :
1. Term
assurance (Asuransi Berjangka)
Term assurance adalah bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu
polis yang menyediakan jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam periode
waktu tertentu.
Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance) :
·
Usia
Tertanggung 30 tahun
·
Masa
Kontrak 1 tahun
·
Rate
Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
·
Uang
Pertanggungan : Rp. 100 Juta
·
Premi
Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
·
Yang
ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka
perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar
100 juta kepada yang ditunjuk.
2. Whole Life
Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup)
Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang akan membayar
sejumlah uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun.
Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti
pada term assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka premium akan lebih
mahal dibanding premi term assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis
whole life merupakan polis substantif dan sering digunakan sebagai proteksi
dalam pinjaman.
3. Endowment
Assurance (Asuransi Dwiguna)
Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan dibayarkan
pada tanggal akhir kontrak yang telah ditetapkan.
Contoh Asuransi Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term &
Endowment)
·
Usia
Tertanggung 30 tahun
·
Masa
Kontrak 10 tahun
·
Rate
Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
·
Uang
Pertanggungan : Rp. 100 Juta
·
Premi
yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
·
Yang
ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
a.
Bila
tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi
sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada
yang ditunjuk.
b.
Bila
tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang
pertanggungan sebesar 100 juta
IV. Asuransi ditinjau dari sistem
yang digunakan.
Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan, maka menjadi :
1. Asuransi Konvensional
2. Asuransi Syariah adalah suatu
pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong
menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan operator.
Hukum Asuransi
Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara satu jenis
dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :
Pertama :
Ansuransi Ta’awun
Untuk asuransi ta’awun dibolehkan di dalam Islam,
alasan-alasannya sebagai berikut :
1.
Asuransi Ta’awun termasuk
akad tabarru’ (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di
dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab
ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang menyumbang
sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena
kerugian. Kelompok asuransi ta’awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari
keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk
meringankan ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di
dalam menghadapinya.
2.
Asuransi Ta’awun ini
bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya
tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan
pada lembaga yang berbau riba.
3.
Ketidaktahuaan
para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima
bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para
donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan
perjudian.
4.
Adanya
beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang
dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini,
baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua :
Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan
dengan alasan sebagai berikut :
1.
Asuransi
sosial ini tidak termasuk akad mu’awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan
kerjasama untuk saling membantu.
2.
Asuransi
sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang
dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan
diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika
menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan hari tua dan
sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka
dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga :
Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun
dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai
berikut :
Pertama: Perjanjian Asuransi Bisnis ini
termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif,
dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada
saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan
yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar
iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan
oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi
kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan
apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah
yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad secara
terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata
:
َ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ
وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“ Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah
(yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur
penipuan.” ( HR Muslim, no : 2787 )
Kedua: Perjanjian Asuransi Bisnis ini
termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur
mukhatarah ( spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang,
juga mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa
sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan
imbalan yang tidak seimbang. Karena pihak peserta ( penerima asuransi )
terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan,
maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah
total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan
sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi
yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan
seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh
Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ
وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." ( QS.
Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian Asuransi Bisnis itu
mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi’ah sekaligus. Karena kalau
perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa
asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah
mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan
uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi’ah.
Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar
yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi’ah. Dan kedua jenis riba
tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para ulama.
Keempat: Akad Asuransi Bisnis juga
mengandung unsur rihan ( taruhan ) yang
diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta
perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan
Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah
memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja,
sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
لَا
سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
" Tidak
ada perlombaan kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta ),
atau yang berkuku ( kuda ), serta memanah.” ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210 )
Asuransi tidak termasuk dalam kategori tersebut, bahkan
tidak mirip sama sekali, sehingga diharamkan.
Kelima: Perjanjian Asuransi Bisnis ini
termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan
dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang
dalam firman Allah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa':
29).
Keenam: Perjanjian Asuransi Bisnis itu
mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara’. Karena
pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah
menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian
kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan
bertanggungjawab terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai
imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa asuransi.
Padahal di sini pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun
untuk pihak penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional.
Adapun perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :
1.
Dari
Sisi Prinsip Dasar
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah kedua- duanya
bertugas untuk mengelola dan menanggulangi risiko, hanya saja di dalam Asuransi
Syariah konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola saling
menanggung risiko antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau disebut
dengan at takaful dan at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional pola
kerjanya adalah memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan (
pengelola ), yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai
peserta akan ditanggung secara penuh oleh pengelola.
2.
Dari
Sisi Akad
Pada bagian tertentu ausransi syariah akadnya adalah
tabarru’ ( sumbangan kemanusiaan ) dan ta’awun ( tolong menolong ), serta akad
wakalah dan mudharabah ( bagi hasil ). Sedangkan pada asuransi konvensional,
akadnya adalah jual beli yang bersifat al gharar ( spekulatif ).
3.
Dari
Sisi Kepimilikan Dana
Di dalam Asuransi Konvensional dana yang dibayarkan nasabah
kepada perusahaan ( premi ) menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh, khususnya
jika peserta tidak melakukan klaim apapun selama masa asuransi. Sedangkan di
dalam Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik peserta, setelah
dikurangi pembiayaan dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di dalam Asuransi
Syariah, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang digaji oleh
peserta, atau yang sering disebut dengan istilah al Wakalah bi al Ajri.
Bisa juga perusahaan sebgai pengelola dana ( mudharib ) dalam akad mudharabah (
bagi hasil ). Bahkan ada perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus
pengelolaan dana tabarru’nya kepada peserta selama tidak ada klaim pada masa
asuransi. Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
4.
Dari
sisi obyek
Asuransi Syariah hanya membatasi pengelolaannya pada
obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak mengandung syubhat. Oleh karenanya
tidak boleh menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram atau syubhat, seperti
gedung-gedung yang digunakan untuk maksiat, atau pabrik-pabrik minuman keras
dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak syariah. Adapun Asuransi
Konvensional tidak membedakan obyek yang haram atau halal, yang penting
mendatangkan keuntungan.
5.
Dari
Sisi Investasi Dana.
Dana dari kumpulan premi dari peserta selama belum dipakai,
oleh perusahaan asuransi syariah diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang
berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang halal yang didasarkan pada sistem
upah atau bagi hasil. Adapun asuransi konvensional pengelolaan investasinya
pada sistem bunga yang banyak mengandung riba dan spekulatif ( gharar ).
6.
Dari
Sisi Pembayaran Klaim.
Pada asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan dari
rekening tabarru’ ( dana sosial ) dari seluruh peserta, yang sejak awal
diniatkan untuk diinfakkan untuk kepentingan saling tolong menolong bila
terjadi musibah pada sebagian atau seluruh peserta. Sedangkan pada asuransi
konvensional pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan karena sejak awal
perjanjian bahwa seluruh premi menjadi milik perusahaan dan jika terjadi klaim,
maka secara otomatis menjadi pengeluaraan perusahaan.
7.
Dari
Sisi Pengawasan.
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah ( DPS
), sesuatu yang tidak di dapatkan pada asuransi konvensional.
8.
Dari
sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk mengeluarkan
zakat sebagaimana ketentuan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional
tidak dikenal istilah zakat.
Perkembangan Asuransi di Indonesia
Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah
NILIMIJ yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada
tahun 1912 orang-orang pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya
hanyalah pengembangan dari NILIMIJ di atas. Ol-Mij ini akhirnya menjelman
menjadi PT Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi
konvensional berkembang pesat hingga tahun 2005 telah tercatat
sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap tahunnya. Diantara
asuransi jiwa yang ada adalah : American International Group Lippo ( Aig Lippo
), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa
Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Adapun asuransi Syariah pertama kali di Indonesia baru
muncul pada 24 Pebruari tahun 1994, yaitu Syarikat Takaful. Walaupun begitu,
perkembangan asuransi Syariat jauh lebih pesat dari asuransi konvensional,
,karena sampai tahun 2005 telah tercatat 29 perusahaan, sehingga laju
pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu tahun. Bahkan kini menjadi 34
perusahaaan lebih.
Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah
jelmaan dari asuransi konvensional yang berpindah menjadi asuransi Syariat
secara total atau memiliki dual programme, yaitu menjual produk-produk
konvensional dan syariat dalam satu waktu . Yang benar-benar sejak awal
didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah adalah PT Asuransi
Takaful Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994. Contoh-contoh
lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi Al Mubarakah yang
berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun perusahaan asuransi
konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi Jiwa Manulife
Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar