Sabtu, 02 Juni 2012

Analisa Yuridis Terhadap Berita Acara Pemeriksaan Tersangka Dan Saksi Tindak Pidana Penggelapan Lp/395/Iii/Spk/2007

I. PENDAHULUAN
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mempunyai peranan penting pada tingkat penyidikan karena dipersidangan BAP akan dijadikan acuan dipersidangan. Penyidikan adalah serangkayan tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat perang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.  Penyelidikan dilakukan oleh pihak yang berwenang yakni penyelidik. Menurut Pasal 1 butir 4 KUHAP, yang dimaksud dengan penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang berwenang untuk melakukan penyelidikan. Kemudian dipertegas lagi dalam pasal 4 KUHAP, bahwa penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
Sedangkan yang berwenang melakukan penyidikan adalah penyidik. Menurut pasal 1 ayat (1) KUHAP jo pasal 6 ayat (1) KUHAP, menyatakan penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang guna melakukan penyidikan. Selanjutnya menurut pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP menjelaskan bahwa:
a. Penyidik polri sekurang-kurangnya berpangkat pembantu letnan dua.
b. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I atau golongan IIb.
c. Apabila diwilayah sektor atau polsek tidak ada penyidik berpangkat pelda maka Kapolsek meskipun berpangkat Bintara, ia karena jabatannya dapat sebagai penyidik.
Penyidik dapat melaksanakan tugasnya dibantu oleh penyidik pembantu. Seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, penyidik pembantu adalah:
a.   Penyidik pembantu polri sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi.
b.  Pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda atau golongan IIa.
c.   penyidik pembantu diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.
Untuk pemeriksaan, penyidik dan penyidik pembantu mempunyai wewenang melakukan pemanggilan terhadap tersangka dan saksi. Menurut pasal 112 ayat ( 1) KUHAP penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan yang jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu  yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
Pasal 114 KUHP menyatakan bahwa dalam hal seorang tersangka disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 KUHAP.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalampemeriksaan tersangka adalah sebagai berikut:
a.  Tersangka didengar keterangannya tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun ( pasal 117 ayat (1) KUHAP).
b. Dalam pemeriksaan tersangka ditanyakan apakah ia menghendaki didengarnya saksi a de charge atau saksi yang meringankan baginya dan bilamana ada maka penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut (pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP).
c.  Keterangan tersangka tentang apa yang sebenarnya telah ia lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara dengan teliti, sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri ( pasal 117 ayat (2) KUHAP).
d   Keterngan tersangka dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan tersangka setelah menyetujui isinya. Dalam hal tersangka tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya ( pasal 118 KUHAP).
e.    Pemeriksaan terhadap tersangka yang berdiam atau bertempat tinggal diluar daerah hukum penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dibebankan kepada penyidik ditempat kediaman atau tempat tinggal tersangka (  pasal 119 KUHAP).
Hal-hal penting dalam tata cara  pemeriksaan saksi oleh penyidik, yakni:
a.    Saksi diperiksa dengan tidak disumpah, kecuali apabila ada cukup alasan bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam persidangan di pengadilan ( pasal 116 ayat (1) KUHAP).
b.    Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi dapat dipertemukan satu dengan yang lain dan mereka wajib memberika keterangan yang sebenarnya ( pasal 116 ayat (2) KUHAP).
c.     Keterngan saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun ( pasal 117 ayat (1) KUHAP).
d.   Keterangan saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan saksi setelah menyetujui isinya. Dalam saksi tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasan-alasannya ( pasal 118 KUHAP).
e.   Dalam hal saksi berdiam atau bertempat tinggal diluar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan dapat dibebankan kepada penyidik ditempat kediaman saksi ( pasal 119 KUHAP).
Menurut pasal 120 KUHAP, penyidik apabila menganggap perlu keterangan ahli, ia dapat meminta pendapat ahli, atau orang yang memiliki keahlian khusus. Ahli yang diminta lebih dahulu mengangkat sumpah atau mengucapkan janji  bahwa ia akan memberikan keterngannya menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Apabila ada kewajiban baginya untuk menyimpan rahasia, karena harkat dan martabat pekerjaannya atau jabatannya, maka ahli tersebut dapat menolak untuk memberikan keterangan.

                                 II.  TINJAUAN KASUS
Pada hari Rabu tanggal 03 Agustus 2005 saudara IIN SUTARDI telah menitipkan uang kepada saudari KOMARIAH untuk melunasi pinjamannya ke Bank BTPN namun uang tersebut oleh saudari KOMARIAH tidak disetorkan untuk pelunasan pinjaman, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadinya dan nasabah bernama IIN SUTARDI tersebut juga disuruh menandatangani berkas pinjaman ke Bank BTPN KCP Garut. Namun setelah pinjaman tersebut cair, tidak diserahkan kepada IIN SUTARDI dan pembayaran cicilan tiap bulannya dilakukan oleh KOMARIAH, sehingga memunculkan kecurigaan pihak Bank BTPN KCP Garut. Bahkan pada saat dikonfirmasi pihak bank, KOMARIAH mengakui semua perbuatannya. KOMARIAH juga mengaku kepada pihak Bank BTPN KCP Garut, bahwa data dalam mengajukan pinjaman adalah fiktif. Pengakuan KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI juga dibuat tertulis di atas materai, karena itu KOMARIAH dapat diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan, penipuan, dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 Subsider Pasal 372 KUHPidana.
  KETERANGAN SAKSI-SAKSI
·      Saksi R MIA KUSMIATI, SE Binti Alm R KUSNADI.
Dalam keterangannya di berita  acara pemeriksaan (BAP) menyatakan bahwa sebagai pimpinan Kantor Cabang Pembantu BTPN Garut, dirinya mengetahui terjadinya tindak pidana penipuan dan penggelapan yang baru diketahui pada sekitar bulan Agustus 2006 di Kantor BTPN KCP Garut pada saat terjadi RETUR (tagihan tidak tertagih).
Saksi R MIA KUSMIATI, SE Binti Alm R KUSNADI tidak mengetahui bahwa       bahwa KOMARIAH melakukan pelunasan pinjaman atas nama IIN SUTARDI, namun berdasarkan data di Bank BTPN KCP Garut menyatakan bahwa pada tanggal 03 Agustus 2005 tidak ada pelunasan atas nama IIN SUTARDI. 
Saksi R MIA KUSMIATI, SE Binti Alm R KUSNADI membenarkan bahwa IIN SUTARDI terdaftar memperbaharui pinjaman ke Bank BTPN KCP Garut dengan nilai pinjaman sebesar Rp 16.800.000,. (Enam belas juta delapan ratus ribu rupiah) dan diterima saudara IIN SUTARDI hanya sebesar  Rp 6.198.059,. (Enam juta seratus sembilan puluh delapan ribu lima puluh sembilan rupiah) karena dipotong pinjaman sebelumnya.
·      Saksi IIN SUTARDI Bin Alm SUWARMA.
Dalam keterangannya di berita acara pemeriksaan menyatakan bahwa kejadian penipuan dan penggelapan yang dilakukan KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI dilakukan pada hari Rabu tanggal 03 Agustus 2005 di Kantor POS Garut.
Saksi IIN SUTARDI Bin Alm SUWARMA menerangkan bahwa yang menjadi korban penipuan tersebut adalah dirinya sendiri.
Saksi IIN SUTARDI Bin Alm SUWARMA menerangkan bahwa KOMARIAH melakukan penipuan dan penggelapan tersebut dengan cara meminta sejumlah uang kepada saksi dengan dalih bahwa uang tersebut akan digunakan untuk melunasi sisa hutang saksi di Bank BTPN KCP Garut. Uang yang diserahkan kepada KOMARIAH oleh saksi ternyata tidak dibayarkan untuk melunasi pinjaman saksi di Bank BTPN KCP Garut, melainkan untuk kepentingannya pribadi. 
Saksi menjelaskan, bahwa uang yang diserahkan kepada KOMARIAH senilai Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) diberikan di Kantor POS Garut pada hari Rabu tanggal 03 Agustus tahun 2005.
 Saksi juga disuruh KOMARIAH untuk menandatangani beberapa surat yang kemudian diketahui bahwa surat-surat tersebut adalah persyaratan meminjam kembali ke Bank BTPN KCP Garut, namun saksi tidak menerima uang yang dicairkan dari pinjaman tersebut.
Saksi menceritakan bahwa pada tanggal 17 Februari 2003 saksi meminjam uang ke Bank BTPN KCP Garut sebesar Rp. 12.960.000 (Dua belas juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) dan pinjaman tersebut dilunasi dengan cara saksi menyerahkan uang yang juga hasil pinjaman dari bank lain sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) kepada KOMARIAH. Menurut keterangan saksi, bahwa pada saat tersangka KOMARIAH menerima uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah), tersangka menjanjikan kepada saksi bahwa uang tersebut akan dipakai untuk melunasi pinjaman saksi, namun janji tersebut tidak terbukti. Saksi baru mengetahui bahwa uang yang dititipkan kepada tersangka KOMARIAH untuk pelunasan pinjaman ke Bank BTPN KCP Garut, namun oleh tersangka tidak dibayarkan ke bank bersangkutan. Hal tersebut diketahui pada tanggl 22 Desember 2006, setelah pihak dari Bank BTPN KCP Garut mendatangi rumah saksi untuk menjelaskan bahwa saksi masih mempunyai tunggakan hutang ke Bank BTPN KCP Garut.
Saksi menjelaskan bahwa tidak ada yang menyaksikan pada saat saksi menyerahkan uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) kepada tersangka KOMARIAH, namun tersangka KOMARIAH saat itu memperlihatkan tulisan perincian potongan pinjaman. Maksud dari tulisan tersebut adalah sebegai perincian pelunasan pinjaman saksi ke Bank BTPN yang diserahkan saksi kepada KOMARIAH.
·      Saksi NENG RINA Binti H. MAULANA SYUKUR.
 Dalam keterangannya di berita acara pemeriksaan menyatakan mengetahui bahwa KOMARIAH sebagai pelaku penipuan dan penggelapan karena KOMARIAH sering mengantarkan orang yang akan meminjam uang di Bank BTPN KCP Garut dan dari kredit bermasalah nasabahnya diantar oleh KOMARIAH. Bahkan KOMARIAH mengakui perbuatannnya dengan membuat surat pernyataan di atas materai.
Saksi NENG RINA menerangkan, menurut keterangan saudara IIN SUTARDI dan berdasarkan data pinjaman yang ada di BTPN KCP Garut, ditemukan bahwa nasabah yang bernama IIN SUTARDI telah menyerahkan uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) kepada saudari KOMARIAH untuk pelunasan hutang saudara IIN SUTARDI kepada BTPN KCP Garut, namun oleh KOMARIAH uang yang untuk pelunasan tersebut tidak diserahkan kepada Bank BTPN, sehingga kredit yang bermasalah dan mengakibatkan kwitansi RETUR (tagihan yang tidak tertagih).
Saksi NENG RINA menyatakan bahwa pada tanggal 22 Agustus 2006 di kantor BTPN KCP Garut, KOMARIAH membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa KOMARIAH bertanggungjawab atas 126 (seratus dua puluh enam) kwitansi yang RETUR, namun saksi tidak mengetahui persis apa alasan KOMARIAH yang bersedia membuat pernyataan.
Saksi menyimpulkan KOMARIAH membuat pernyataan karena sudah melakukan penggelapan.
·      Saksi NINING SETIANINGSIH Binti OBIR.
Menyatakan bahwa saksi pernah menerima uang pelunasan dari KOMARIAH untuk melunasi pinjaman 5 (lima) orang nasabah. Saksi lupa hari dan tanggal saksi menerima pelunasan hutang nasabah yang diserahkan KOMARIAH, namun saksi mengingat tahunnya yaitu sekitar tahun 2005 dan uang yang diterima sebesar Rp. 25.000.000 (Dua puluh lima juta rupiah). Saksi lupa atas nama siapa saja nasabah yang hutangnya dilunasi oleh KOMARIAH, uang tersebut disetorkan ke bagian kas oleh saksi.
Saksi menyatakan tidak pernah menerima uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) dari KOMARIAH untuk pelunasan pinjaman atas nama nasabah IIN SUTARDI.
KETERANGAN TERSANGKA
·      Tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI saat diperiksa mengakui telah melakukan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan, pada tanggal 03 Agustus tahun 2005 di Kantor POS Garut.
Tersangka mengakui telah disuruh oleh saksi IIN SUTARDI untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) untuk menutup atau melunasi pinjaman di Bank BTPN KCP Garut, dan tersangka menyanggupi dengan menjanjikan akan menyerahkan ke bank. Namun kenyataannya tersangka tidak menggunakan uang tersebut untuk melunasi hutang saksi IIN SUTARDI, melainkan digunakan untuk menutupi RETUR (tagihan yang tidak tertagih) bersama NINING (karyawati BTPN KCP Garut).
Tersangka mengaku tidak mengatahui RETUR atas nama siapa saja yang ditutupi uang Rp.10.000.00 (Sepuluh juta rupiah) yang diserahkan kepada saksi NINING. Tersangka hanya mengetahui penutupan RETUR tersebut dilakukan oleh karyawan Bank BTPN KCP Garut waktu itu yang bernama DIDIN dan YUDI yang beralamat di Kampung Cihuni, Kecamatan Wanaraja.
Tersangka mengakui tidak mendapat ijin dari saksi IIN SUTARDI untuk menggunakan uang yang diserahkan saksi IIN SUTARDI untuk menutupi RETUR.
Tersangka bertanggungjawab karena pinjaman orang-orang lain yang bermasalah karena tersangka yang mengurus ke pihak bank pada saat pinjaman. Tersangka mengaku bertanggungjawab sambil menelusuri penyebab permasalahannya.
Tersangka mengakui pada pinjaman kedua yang cair tanggal 16 Desember 2005, saksi IIN SUTARDI mengetahui  bahkan IIN SUTARDI sendiri yang mengajukan pinjaman tersebut.
                           III. ANALISA
ANALISA KASUS
Berdasarkan fakta-fakta yang ada atau yang ditemukan dari hasil pemeriksaan para saksi dan keterangan yang diberikan para saksi juga keterangan serta pengakuan tersangka, maka dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut:
1.             Saksi R. MIA KUSMIATI menerangkan bahwa saksi mengetahui kejadian penipuan dan atau penggelapan tersebut setelah terjadinya RETUR (tagihan tidak tertagih) di Bank BTPN KCP Garut, kemudian dilakukan pemeriksaan berkas dan pengecekan lapangan oleh SKAI (Satuan Kerja Audir Intern). Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui beberapa dokumen nasabah yang fiktif dan tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenanrnya sehingga terjadi RETUR dan mengakibatkan bank menderita kerugian hingga mencapai nilai Rp.2,5 miliar (dua koma lima miliar).
2.             Saksi IIN SUTARDI menerangkan bahwa merasa pinjaman ke Bank BTPN-nya sudah lunas, yang dilunasi melalui KOMARIAH. Saksi IIN SUTARDI merasa hanya memiliki hutang ke bank lain. Saksi mengaku tidak pernah menerima permintaan ijin dari KOMARIAH untuk kembali mengajukan pinjaman ke Bank BTPN KCP Garut.
Tak heran apabila saksi tidak merasa memiliki hutang ke Bank BTPN KCP Garut sebesar Rp. 16.800.000,. (Enam belas juta delapan ratus ribu rupiah), saksi juga tidak menyangka bahwa berkas-berkas pinjamannya (SK) berada di pihak Bank BTPN KCP Garut, saksi hanya mengira berkas-berkas pinjamannya berada di BPR DANA.
3.    Saksi NENG RINA menerangkan bahwa tersangka KOMARIAH tidak pernah melakukan pelunasan pinjaman nasabah atas nama IIN SUTARDI, dan pada saat saksi IIN SUTARDI memperbaharui pinjaman, saksi menyerahkan langsung kepada saksi IIN SUTARDI yang pada saat itu didampingi tersangka KOMARIAH.
4.     Saksi NINING SETIANINGSIH menerangkan bahwa dirinya tidak pernah menerima uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) dari tersangka KOMARIAH untuk menutupi pinjaman atas nama nasabah IIN SUTARDI dan juga tidak pernah menggunakan uang yang dimaksud untuk menutupi kwitansi yang RETUR.
5.  Tersangka KOMARIAH mengakui pernah disuruh oleh saksi IIN SUTARDI untuk melunasi pinjaman saksi IIN SUTARDI ke Bank BTPN KCP Garut sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah). Namun uang tersebut tidak dipergunakan sesuai suruhan saksi IIN SUTARDI, tetapi malah digunakan untuk menutupi RETUR nasabah lain.


ANALISA YURIDIS
Berdasarkan Analisa Kasus di atas, didapat petunjuk bahwa tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI telah melakukan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan, dengan cara menerima uang titipan sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) dari saksi II dengan menjanjikan bahwa uang tersebut digunakan untuk melunasi pinjaman saksi II, namun pada kenyataannya malah digunakan untuk menutupi RETUR nasabah lain tanpa sepengetahuan dan seijin saksi II.
Sebagai pemilik uang tersebut, dan juga saksi II tidak mengetahui apa maksud dari surat-surat yang ditandatangani olehnya yang ternyata oleh tersangka digunakan untuk pinjaman yang kedua ke Bank BTPN KCP Garut dan sehubungan dengan tidak pidana tersebut, maka terhadap KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI dipersangkakan telah melanggar Pasal 378 Subsidair 372 KUHPidana.
Pembahasan terhadap unsur-unsur tindak pidana penggelapan, dengan uraian sebagai berikut:
a. Unsur Obyektif:
Pasal 378 KUHPidana berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau peri keadaan palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang”.
Pasal 372 KUHPidana berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagainnya termasuk kepunyaannya orang lain dan barang itu ada di tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan”.
b. ­­Unsur Subyektif:
Pasal 378 KUHPidana
Unsur-unsur adalah sebagai berikut:
1.                       Tipu muslihat
2.                       Rangkaian kebohongan
3.                       Peri keadaan palsu.
Pasal 372 KUHPidana
Unsur-unsur adalah sebagai berikut:
1.                       Barang siapa.
2.                       Dengan sengaja.
3.                       Memiliki dengan melawan hak.
4.                       Sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain.
5.                       Barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan.

Pembahasan Pasal 378 KUHPidana
1.                       Tipu Muslihat:
Tersangka dengan menggunakan tipu muslihat sehingga saksi IIN SUTARDI mau menandatangani pinjaman ke Bank BTPN KCP Garut.
2.                       Rangkaian Kebohongan:
Saksi IIN SUTARDI mau menyerahkan uang sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) karena saksi dijanjikan akan dilunasi hutangnya ke Bank BTPN KCP Garut.
3.                       Peri Keadaan Palsu:
Pada saat tersangka KOMARIAH menyuruh saksi IIN SUTARDI untuk menandatangani surat-surat, tersangka tidak memberi tahu untuk apa penandatanganan surat-surat tersebut, seolah-olah penandatanganan tersebut bukan untuk melakukan pinjaman ke Bank BTPN KCP Garut.
Pembahasan Pasal 372 KUHPidana
1.                       Unsur Barang Siapa:
Fakta-fakta yang dapat diungkap yaitu atas nama tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI, berdasarkan keterangan saksi sebagai berikut: Keterangan saksi I, II, bahwa yang melakukan tindak pidana tersebut adalah tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI.
2. Unsur Dengan Sengaja Bahwa pembahasan unsur-unsur ini telah terpenuhi oleh tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI, berdasarkan keterangan saksi dan tersangka sebagai berikut:
Tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI dengan sengaja telah menggunakan uang yang dititipkan saksi II sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) untuk menutupi RETUR nasabah lain tanpa sepengetahuan dan seijin pemilik uang tersebut yaitu saksi II, padahal uang tersebut diserahkan oleh saksi II kepada tersangka untuk melunasi ke Bank BTPN KCP Garut.
3. Unsur Memiliki dengan Melawan Hak, berdasarkan keterangan saksi dan tersangka serta barang bukti sebagai berikut:
Unsur ini telah terpenuhi, di mana tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI, telah memiliki dengan melawan hak atas uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) yang dititipkan saksi II untuk melunasi pinjaman saksi ke Bank BTPN KCP Garut, tetapi malah digunakan untuk menutupi RETUR nasabah lain tanpa seijin dan sepengetahuan pemilik uang tersebut yaitu saksi II.
4. Unsur Sesuatu Barang yang Sama Sekali atau Sebagiannya Termasuk Kepunyaan Orang Lain, berdasarkan keterangan saksi dan tersangka serta barang bukti sebagai berikut:
Unsur ini telah terpenuhi, di mana bahwa uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) tersebut adalah milik saksi II.
5. Barang Itu ada Dalam Tangannya Bukan Karena Kejahatan, berdasarkan keterangan tersangka dan barang bukti sebagai berikut:
Unsur ini telah terpenuhi di mana tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI memperoleh uang Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) bukan karena kejahatan melainkan menerima titipan dari saksi II.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan Pembahasan tersebut di atas, maka bisa disimpulkan:
a.                  Bahwa tersangka KOMARIAH Binti H HUSNI TAMAMI, dengan sengaja telah melakukan penipuan dan atau penggelapan dengan cara menyuruh saudara IIN SUTARDI untuk menandatangani surat-surat tanpa dijelaskan untuk apa tandatangan tersebut dan tersangka juga menerima titipan uang sebesar Rp. 10.000.000,. (Sepuluh juta rupiah) milik saudara IIN SUTARDI yang diperuntukan melunasi pinjaman IIN SUTARDI ke Bank BTPN tetapi malah digunakan untuk menutupi RETUR nasabah lain tanpa seijin dan sepengetahuan pemilik uang tersebut yaitu IIN SUTARDI, perbuatan tersebut dilakukan pada tanggal 03 Agustus tahun 2005 di Kantor POS Garut.
b.                  Maka tersangka dapat diduga telah melakukan tindak pidana sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 378 dan atau 372 KUHPidana.










Akta Otentik Dalam Hukum Positif Indonesia


Menurut bentuknya akta dapat dibagi menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik adalah akta yag dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan (lihat pasal 165 HIR, 1868 BW, dan 285 Rbg). Akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja biuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Dalam versi lainnya dapat dikatakan bahwa Akta otentik adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh notaris atau pejabat resmi lainnya (misalnya Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk kepentingan pihak-pihak dalam kontrak.
Pejabat resmi lainnya atau Pegawai umum yang dimaksud dapat berlaku pada seorang hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai catatan sipil, dan sebagainya. Dengan demikian maka suatu akte notaris, suatu surat putusan hakim, suatu surat proses verbal yang dibuat oleh seorang juru sita pengadilan dan suatu surat perkawinan yang dibuat oleh pegawai catatan sipil adalah termasuk ke dalam akte-akte otentik.
Tiga Macam Kekuatan Akta Otentik:
1.      Membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akte tadi (kekuatan pembuktian formil);
2.      Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan disitu telah terjadi (kekuatan pembuktian materiel atau yang dinamakan kekuatan pembuktian mengikat);
3.      membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akte ke dua belah pihak tersebut sudah menghadap di muka pegawai umum (notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akte tersebut. Kekuatan yang kedua tersebut itu sebagaimana sudah diuraikan di atas , dinamakan kekuatan mengikat yang pada hakekatnya bertujuan menetapkan kedudukan antara para pihak satu sama lain pada kedudukan yang teruraikan dalam akte. Kekuatan poin ini dinamakan kekuatan pembuktian keluar (artinya ialah terhadap pihak ke-tiga)
AKTA OTENTIK

Yang Dibuat Oleh pegawai umum sesuai dengan perundang-undangan

Yang dibuat Di hadapan pegawai umum yang sesuai dengan perundang-undangan

Ex:
Seorang notaries yang membuat suatu laporan tentang suatu rapat yang dihadirinya dari para pemegang sero dari suatu perseroan terbatas, maka proses verbal itu merupakan suatu akte yang telah dibuat oleh notaries tersebut.

Ex:
Apabila dua orang datang kepada seorang notaries, menerangkan bahwa mereka telah mengadakan suatu perjanjian (misalnya jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain sebagainya) dan meminta kepada notaries tadi supaya tentang perjanjian tersebut dibuatkan suatu akte. Notaries hanya mendengarkan apa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang menghadap itu dan meletakan perjanjian yang dibuat oleh dua orang tersebut dalam suatu akte.
Akta Otentik Menurut 1868 KUHPerdata
akta-otentik
Pergeseran Persepsi Mengenenai Nilai Kebenaran
Yang Terkandung Dalam Suatu Akta Otentik
pergeseran-ttg-akta-otentik
Suatu surat yang dibuat secara demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berwenang membuatnya, menjadikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapatkan hak dari padanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut di dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan kemudian itu langsung berhubungan dengan pokok dalam akta itu.

Akta Otentik menurut Pasal 285 Rbg:
Yaitu yang dibuat, dengan bentuk yang sesuai dengan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya  dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu.

Akta mempunyai dua fungsi : fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi alat bukti (probationis causa). Formalitas Causa artinya akta berfungsi untuk lengkapnya atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, jadi bukan sahnya perbuatan hukum. Dalam konteks ini akta merupakan syarat formil untuk adanya suatu perbuatan hukum.Probationis causa berarti akta mempunyai fungsi sebagai alat bukti, karena sejak awal akta tersebut dibuat dengan sengaja untuk pembuktian dikemudian hari. Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta ini tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari. Kekuatan pembuktian akta ini dibedakan menjadi tiga macam :
1). Kekuatan pembuktian lahir (kekuatan pembuktian yang didasarkan pada keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya; acta publica probant sese ipsa);
2). Kekuatan pembuktian formil (memberikan kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yag dimuat dalam akta);
3). Kekuatan pembuktian materiiil (memberikan kepastian tentang materi suatu akta).

Secara mendasar, Hukum Acara Perdata mengenal 3 macam surat, yaitu: surat biasa,akta di bawah tangan dan akta otentik. Dibandingkan dengan surat biasa dan akta di bawah tangan, akta otentik merupakan bukti yang cukup atau bukti yang sempurna, artinya bahwa isi fakta tersebut oleh hakim dianggap benar, kecuali apabila diajukan bukti lawan yang kuat. Hal mana berarti bahwa hakim harus mempercayai apa yang tertulis dalam akta tersebut, dengan perkataan lain apa yang termuat dalam akta tersebut harus dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Terhadap pihak ketiga
Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dinyatakan dalam Ordonansi tahun 1867 no 29 yang intinya menyatakan bahwa barang siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan d bawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya; tetapi bagi para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya, cukuplah jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili. Akta di bawah tangan yang diakui isi dan tandatangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti keluar, yang tidak dimiliki oleh akta di bawah tangan. Surat-surat lain selain akta mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas.
Dalam peraturan perundang-undangan disebutkan beberapa jenis kontrak yang harus dilakukan melalui akta otentik dan yang cukup dilakukan melalui akta bawah tangan.
Notaris adalah Pejabat Umum yang dimaksud dalam pasal 1868 BW. juncto pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tabun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang memiliki wewenang membuat akta otentik.
Menurut hukum acara perdata, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat. Artinya apabila akta otentik yang diajukan memenuhi syarat formil dan materiil serta bukti lawan yang dikemukakan tergugat tidak bertentangan, maka pada akta otentik langsung melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Dengan nilai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang melekat pada akta otentik, pada dasarnya dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan alat bukti lain dan dengan sendirinya mencapai batas minimal pembuktian.
Menurut hukum acara pidana, seluruh jenis alat bukti mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas dan batas minimum pembuktiannya harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah. Hal ini dapat dilihat dalam kasus pemalsuan akta otentik oleh Notaris – PPAT Ujung Pandang. Sebagaimana dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Notaris — PPAT Ujung Pandang sebagai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan pemalsuan akta otentik serta menghukum terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun. Keyakinan hakim tersebut, didasarkan pada alat-alat bukti yang sah berupa Akta Jual Beli Nomor 71/ WJ 1980 beserta sertifikat-sertifikatnya, surat pernyataan dari pemilik tanah yang dilegalisasi dikantor Notaris dan keterangan terdakwa. Akibat hukum akta otentik yang memuat keterangan palsu dalam kasus ini. hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.  Sebagaimana perjanjian yang tertulis dalam akta jual beli tanah tersebut adalah batal demi hukum, artinya sejak lahirnya perjanjian jual beli tanah itu sudah batal atau tidak berlaku atau dianggap tidak pernah ada. Dengan kata lain sejak awal dibuatnya akta itu sudah tidak mempunyai kekuatan hukum bagi para pihak.
Di dalam KHUPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867 sampai pasal 1880.
Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dsb, sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli dsb.

Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yatiu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KHUPerdata, jika akta dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.

Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterei.

Dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata.

Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.

1867. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.
1868. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
1869. Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.
1870. Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.
1871. Akan tetapi suatu akta otentik tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai penuturan belaka, kecuali bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta.
Jika apa yang termuat dalam akta itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat digunakan sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.
1872. Jika suatu akta otentik, dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
1873. Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga.
1874. Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.
Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan.
Pegawai ini harus membuktikan tulisan tersebut.
Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
1874 a. Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada tulisan-tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang, yang menyatakan bahwa si penanda tangan tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si penanda tangan, dan bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut.
Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga dan keempat dan pasal yang lalu.
1875. Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.
1876. Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak darinya, cukuplah mereka menerangkan bahwa mereka tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili.
1877. Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.
1878. Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya dengan tangan si penanda tangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang.
Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam Pasal 1874 alinea kedua dan Pasal 1874 a.
1879. Jika jumlah yang disebutkan dalam akta berbeda dari jumlah yang dinyatakan dalam tanda setuju, maka perikatan itu dianggap telah dibuat untuk jumlah yang paling kecil, walaupun akta beserta tanda setuju itu ditulis sendiri dengan tangan orang yang mengingatkan diri, kecuali bila dapat dibuktikan, dalam bagian mana dari keduanya telah terjadi kekeliruan.
1880. Akta di bawah tangan, sejauh tidak dibubuhi pernyataan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan dalam Pasal 1874 a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga kecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan; atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapi akta itu.
1881. Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap pembuatnya:
1. dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah diterima;
2. bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu alas hak untuk kepentingan orang yang disebutkan dalam perikatan.
Dalam segala hal lainnya, Hakim akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.
1882. Dihapus dengan S. 1827-146.
1883. Selama di tangan seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan pada suatu tanda alas hak harus dipercayai, walaupun catatan-catatan itu tidak ditandatangani dan tidak diberi tanggal, bila apa yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap debitur.
Demikian pula catatan-catatan yang oleh seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda alas hak atau suatu tanda pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di tangan kreditur.
1884. Atas biaya sendiri, pemilik suatu tanda alas hak dapat mengajukan permintaan agar tanda alas hak itu diperbarui bila karena lamanya atau suatu alasan lain tulisannya tidak dapat dibaca lagi.
1885. Jika suatu tanda alas hak menjadi kepunyaan bersama beberapa orang, maka masing-masing berhak menuntut supaya tanda alas hak itu disimpan di tempat netral, dan berhak menyuluh membuat suatu salinan atau ikhtisar atas biayanya.
1886. Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada Hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan kedua belah pihak yang menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan.
1887. Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan pasangannya, jika digunakan di antara orang-orang yang biasa menggunakannya untuk membuktikan penyerahan atau penerimaan barang dalam jual beli secara kecil-kecilan.
1888. Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.
1889. Bila tanda alas hak yang asli yang sudah tidak ada lagi, maka salinannya memberikan bukti, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. salinan pertama (gross) memberikan bukti yang sama dengan akta asli; demikian pula halnya salinan yang dibuat atas perintah Hakim di hadapan kedua belah pihak atau setelah kedua pihak ini dipanggil secara sah sebagaimana juga yang salinan dibuat di hadapan kedua belah pihak dengan persetujuan mereka;
2. salinan yang dibuat sesudah pengeluaran salinan pertama tanpa perantaraan Hakim atau tanpa persetujuan kedua belah pihak entah oleh Notaris yang di hadapannya akta itu dibuat, atau oleh seorang penggantinya ataupun oleh pegawai yang karena jabatannya menyimpan akta asli (minut) dan berwenang untuk memberikan salinan-salinan, dapat diterima Hakim sebagai bukti sempurna bila akta asli telah hilang;
3. bila salinan yang dibuat menurut akta asli itu tidak dibuat oleh Notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuat, atau oleh seorang penggantinya, atau oleh pegawai umum yang karena jabatannya menyimpan akta asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai bukti, melainkan hanya sebagai bukti permulaan tertulis;
4. salinan otentik dari salinan otentik atau dari akta di bawah tangan, menurut keadaan, dapat memberikan suatu bukti permulaan tertulis.
1890. Penyalinan suatu akta dalam daftar umum hanya dapat memberikan bukti permulaan tertulis.
1891. Akta pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menunjukkan tanda alas hak yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi alas hak tersebut.
1892. Suatu akta yang menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang terhadapnya dapat diajukan tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan berdasarkan undang-undang, hanya mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan yang menyebabkan dapat dituntut pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat yang sedianya dapat menjadi dasar tuntutan itu.
Jika tidak ada akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela, setelah saat perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah.
Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan suatu perikatan secara sukarela dalam bentuk daripada saat yang diharuskan oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan upaya pembuktian serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat diajukan terhadap akta itu; namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga.
1893. Seorang pemberi hibah tidak dapat menghapuskan suatu cacat-cacat bentuk penghibah itu dengan membuat suatu akta pembenaran; penghibahan itu, agar sah, harus diulangi dalam bentuk yang ditentuakan oleh undang-undang.
1894. Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu penghibahan oleh ahli waris atau oleh mereka yang mendapatkan hak dari pemberi hibah setelah pemberi hibah ini meninggal, menghapuskan hak mereka untuk mengajukan tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk penghibahan itu.

Template by:

Free Blog Templates