Menurut bentuknya
akta dapat dibagi menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik
adalah akta yag dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh
penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun
tanpa bantuan dari yang berkepentingan (lihat pasal 165 HIR, 1868 BW, dan 285
Rbg). Akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja biuat untuk pembuktian oleh
para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Dalam versi lainnya dapat
dikatakan bahwa Akta otentik adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh notaris atau pejabat resmi lainnya (misalnya Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk
kepentingan pihak-pihak dalam kontrak.
Pejabat resmi lainnya
atau Pegawai umum yang dimaksud dapat berlaku pada seorang hakim, juru sita
pada suatu pengadilan, pegawai catatan sipil, dan sebagainya. Dengan demikian
maka suatu akte notaris, suatu surat putusan hakim, suatu surat proses verbal
yang dibuat oleh seorang juru sita pengadilan dan suatu surat perkawinan yang
dibuat oleh pegawai catatan sipil adalah termasuk ke dalam akte-akte otentik.
Tiga Macam Kekuatan Akta Otentik:
1. Membuktikan
antara para pihak, bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akte
tadi (kekuatan pembuktian formil);
2. Membuktikan
antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang
disebutkan disitu telah terjadi (kekuatan pembuktian materiel atau yang
dinamakan kekuatan pembuktian mengikat);
3. membuktikan tidak saja antara para pihak yang
bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut
dalam akte ke dua belah pihak tersebut sudah menghadap di muka pegawai umum
(notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akte tersebut. Kekuatan yang
kedua tersebut itu sebagaimana sudah diuraikan di atas , dinamakan kekuatan
mengikat yang pada hakekatnya bertujuan menetapkan kedudukan antara para pihak
satu sama lain pada kedudukan yang teruraikan dalam akte. Kekuatan poin ini
dinamakan kekuatan pembuktian keluar (artinya ialah terhadap pihak ke-tiga)
AKTA
OTENTIK
|
Yang
Dibuat Oleh pegawai umum sesuai dengan perundang-undangan
|
Yang
dibuat Di hadapan pegawai umum yang sesuai dengan
perundang-undangan
|
Ex:
Seorang notaries yang membuat
suatu laporan tentang suatu rapat yang dihadirinya dari para pemegang sero
dari suatu perseroan terbatas, maka proses verbal itu merupakan suatu akte
yang telah dibuat oleh notaries tersebut.
|
Ex:
Apabila dua orang datang kepada
seorang notaries, menerangkan bahwa mereka telah mengadakan suatu perjanjian
(misalnya jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain sebagainya) dan meminta
kepada notaries tadi supaya tentang perjanjian tersebut dibuatkan suatu akte.
Notaries hanya mendengarkan apa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang
menghadap itu dan meletakan perjanjian yang dibuat oleh dua orang tersebut
dalam suatu akte.
|
Akta Otentik Menurut 1868 KUHPerdata
Pergeseran
Persepsi Mengenenai Nilai Kebenaran
Yang
Terkandung Dalam Suatu Akta Otentik
Suatu surat yang dibuat
secara demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berwenang membuatnya,
menjadikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan
sekalian orang yang mendapatkan hak dari padanya, yaitu tentang segala hal,
yang tersebut di dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang
tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan kemudian itu langsung
berhubungan dengan pokok dalam akta itu.
Akta Otentik menurut Pasal
285 Rbg:
Yaitu yang dibuat, dengan
bentuk yang sesuai dengan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang
berwenang di tempat akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak
serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang
dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini
sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok
akta itu.
Akta mempunyai dua fungsi :
fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi alat bukti (probationis
causa). Formalitas Causa artinya akta berfungsi untuk
lengkapnya atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, jadi bukan sahnya perbuatan
hukum. Dalam konteks ini akta merupakan syarat formil untuk adanya suatu
perbuatan hukum.Probationis causa berarti akta mempunyai fungsi
sebagai alat bukti, karena sejak awal akta tersebut dibuat dengan sengaja untuk
pembuktian dikemudian hari. Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk
akta ini tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan
sebagai alat bukti dikemudian hari. Kekuatan pembuktian akta ini dibedakan
menjadi tiga macam :
1).
Kekuatan pembuktian lahir (kekuatan pembuktian yang didasarkan pada keadaan
lahir, apa yang tampak pada lahirnya; acta publica probant sese ipsa);
2).
Kekuatan pembuktian formil (memberikan kepastian tentang peristiwa bahwa
pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yag dimuat dalam akta);
3). Kekuatan pembuktian materiiil (memberikan kepastian
tentang materi suatu akta).
Secara mendasar, Hukum Acara Perdata mengenal 3 macam
surat, yaitu: surat biasa,akta di bawah tangan dan akta
otentik. Dibandingkan dengan surat biasa dan akta di bawah tangan, akta
otentik merupakan bukti yang cukup atau bukti yang sempurna, artinya bahwa isi
fakta tersebut oleh hakim dianggap benar, kecuali apabila diajukan bukti lawan
yang kuat. Hal mana berarti bahwa hakim harus mempercayai apa yang tertulis
dalam akta tersebut, dengan perkataan lain apa yang termuat dalam akta tersebut
harus dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Terhadap pihak
ketiga
Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan
dinyatakan dalam Ordonansi tahun 1867 no 29 yang intinya menyatakan bahwa
barang siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan d bawah tangan, diwajibkan
secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya; tetapi bagi para ahli
warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya, cukuplah jika mereka
menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau
tanda tangan orang yang mereka wakili. Akta di bawah tangan yang diakui isi dan
tandatangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan akta otentik,
bedanya terletak pada kekuatan bukti keluar, yang tidak dimiliki oleh akta di
bawah tangan. Surat-surat lain selain akta mempunyai nilai pembuktian sebagai
bukti bebas.
Dalam peraturan perundang-undangan disebutkan
beberapa jenis kontrak yang harus dilakukan
melalui akta otentik dan yang cukup dilakukan melalui akta bawah tangan.
Notaris adalah Pejabat Umum yang dimaksud
dalam pasal 1868 BW. juncto pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tabun 2004
tentang Jabatan Notaris, yang memiliki wewenang membuat akta otentik.
Menurut hukum acara perdata, nilai kekuatan
pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat. Artinya
apabila akta otentik yang diajukan memenuhi syarat formil dan materiil serta
bukti lawan yang dikemukakan tergugat tidak bertentangan, maka pada akta
otentik langsung melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Dengan
nilai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang melekat pada akta otentik,
pada dasarnya dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan alat bukti lain
dan dengan sendirinya mencapai batas minimal pembuktian.
Menurut hukum acara pidana, seluruh jenis
alat bukti mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas dan batas minimum pembuktiannya
harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah. Hal ini dapat
dilihat dalam kasus pemalsuan akta otentik oleh Notaris – PPAT Ujung Pandang.
Sebagaimana dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Notaris — PPAT Ujung
Pandang sebagai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
kejahatan pemalsuan akta otentik serta menghukum terdakwa dengan pidana penjara
10 tahun. Keyakinan hakim tersebut, didasarkan pada alat-alat bukti yang sah
berupa Akta Jual Beli Nomor 71/ WJ 1980 beserta sertifikat-sertifikatnya, surat
pernyataan dari pemilik tanah yang dilegalisasi dikantor Notaris dan keterangan
terdakwa. Akibat hukum akta otentik yang memuat keterangan palsu dalam kasus
ini. hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan. Sebagaimana perjanjian yang tertulis dalam akta jual beli
tanah tersebut adalah batal demi hukum, artinya sejak lahirnya perjanjian jual
beli tanah itu sudah batal atau tidak berlaku atau dianggap tidak pernah ada.
Dengan kata lain sejak awal dibuatnya akta itu sudah tidak mempunyai kekuatan
hukum bagi para pihak.
Di dalam KHUPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam
Pasal 1867 sampai pasal 1880.
Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta
tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum (seperti
Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta
di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau
dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan
saja. Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara
sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dsb,
sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa
rumah, surat perjanjian jual beli dsb.
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat
pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua
belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya
tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang
mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut
harus diakui oleh hakim, yatiu akta tersebut dianggap sebagai benar selama
kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
Menurut Pasal 1857 KHUPerdata, jika akta dibawah tangan tanda tangannya diakui
oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat
merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani
serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.
Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei
disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat
dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen
tersebut bea meterei.
Dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian
(misalnya perjanjian jual beli) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian
jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat
pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau
tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi ditentukan
oleh Pasal 1320 KUHPerdata.
Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei
dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat
dilakukan belakangan.
1867. Pembuktian dengan
tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.
1868. Suatu akta otentik
ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
1869. Suatu akta yang tidak
dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak
cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya,
mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh
para pihak.
1870. Bagi para pihak yang
berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang
mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang
sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.
1871. Akan tetapi suatu
akta otentik tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya
sebagai penuturan belaka, kecuali bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan
langsung dengan pokok isi akta.
Jika apa yang termuat dalam akta itu hanya
merupakan suatu penuturan belaka yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat digunakan sebagai permulaan pembuktian
dengan tulisan.
1872. Jika suatu akta
otentik, dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat
ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
1873. Persetujuan lebih
lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli hanya
memberikan bukti di antara pihak yang turut serta dan para ahli warisnya atau
orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap
pihak ketiga.
1874. Yang dianggap sebagai
tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat,
daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat
tanpa perantaraan seorang pejabat umum.
Dengan penandatanganan sebuah tulisan di
bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang
bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk
undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya
atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang
itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut
di hadapan pejabat yang bersangkutan.
Pegawai ini harus membuktikan tulisan
tersebut.
Dengan undang-undang dapat diadakan
aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
1874 a. Jika pihak yang
berkepentingan menghendaki, di luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang
lalu, pada tulisan-tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi
suatu pernyataan dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk
undang-undang, yang menyatakan bahwa si penanda tangan tersebut dikenalnya atau
telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si
penanda tangan, dan bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan
pejabat tersebut.
Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga
dan keempat dan pasal yang lalu.
1875. Suatu tulisan di
bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau
secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap
seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli
warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871
berlaku terhadap tulisan itu.
1876. Barangsiapa dihadapi
dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang yang mengajukan tuntutan
terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas,
tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak darinya, cukuplah
mereka menerangkan bahwa mereka tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu
sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili.
1877. Jika seseorang
memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak daripadanya tidak mengakuinya, maka Hakim harus
memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di
muka Pengadilan.
1878. Perikatan utang
sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan
barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya
dengan tangan si penanda tangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan,
haruslah ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju
yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang.
Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila
perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai
suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku
terhadap surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap
perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam menjalankan
perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi keterangan
sebagaimana termaksud dalam Pasal 1874 alinea kedua dan Pasal 1874 a.
1879. Jika jumlah yang disebutkan
dalam akta berbeda dari jumlah yang dinyatakan dalam tanda setuju, maka
perikatan itu dianggap telah dibuat untuk jumlah yang paling kecil, walaupun
akta beserta tanda setuju itu ditulis sendiri dengan tangan orang yang
mengingatkan diri, kecuali bila dapat dibuktikan, dalam bagian mana dari
keduanya telah terjadi kekeliruan.
1880. Akta di bawah tangan,
sejauh tidak dibubuhi pernyataan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea
kedua dan dalam Pasal 1874 a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga
kecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau seorang
pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan
undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang
penanda tangan; atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu
dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di
bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapi akta itu.
1881. Daftar dan
surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan
pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap pembuatnya:
1. dalam hal surat itu menyebutkan dengan
tegas suatu pembayaran yang telah diterima;
2. bila surat-surat itu dengan tegas
menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu
kekurangan dalam suatu alas hak untuk kepentingan orang yang disebutkan dalam
perikatan.
Dalam segala hal lainnya, Hakim akan
memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.
1882. Dihapus dengan S.
1827-146.
1883. Selama di tangan
seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan pada suatu tanda alas hak
harus dipercayai, walaupun catatan-catatan itu tidak ditandatangani dan tidak
diberi tanggal, bila apa yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap
debitur.
Demikian pula catatan-catatan yang oleh
seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda alas hak atau suatu tanda
pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di tangan kreditur.
1884. Atas biaya sendiri,
pemilik suatu tanda alas hak dapat mengajukan permintaan agar tanda alas hak
itu diperbarui bila karena lamanya atau suatu alasan lain tulisannya tidak
dapat dibaca lagi.
1885. Jika suatu tanda alas hak
menjadi kepunyaan bersama beberapa orang, maka masing-masing berhak menuntut
supaya tanda alas hak itu disimpan di tempat netral, dan berhak menyuluh
membuat suatu salinan atau ikhtisar atas biayanya.
1886. Pada setiap tingkat
perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada Hakim, supaya pihak lawannya
diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan kedua belah pihak yang
menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan.
1887. Tongkat-tongkat
berkelar yang sesuai dengan pasangannya, jika digunakan di antara orang-orang
yang biasa menggunakannya untuk membuktikan penyerahan atau penerimaan barang
dalam jual beli secara kecil-kecilan.
1888. Kekuatan pembuktian dengan
suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan
serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu
sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.
1889. Bila tanda alas hak
yang asli yang sudah tidak ada lagi, maka salinannya memberikan bukti, dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. salinan pertama (gross) memberikan bukti yang sama dengan akta
asli; demikian pula halnya salinan yang dibuat atas perintah Hakim di hadapan
kedua belah pihak atau setelah kedua pihak ini dipanggil secara sah sebagaimana
juga yang salinan dibuat di hadapan kedua belah pihak dengan persetujuan
mereka;
2. salinan yang dibuat sesudah pengeluaran salinan pertama tanpa
perantaraan Hakim atau tanpa persetujuan kedua belah pihak entah oleh Notaris
yang di hadapannya akta itu dibuat, atau oleh seorang penggantinya ataupun oleh
pegawai yang karena jabatannya menyimpan akta asli (minut) dan berwenang untuk
memberikan salinan-salinan, dapat diterima Hakim sebagai bukti sempurna bila
akta asli telah hilang;
3. bila salinan yang dibuat menurut akta asli itu tidak dibuat
oleh Notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuat, atau oleh seorang
penggantinya, atau oleh pegawai umum yang karena jabatannya menyimpan akta
asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai bukti, melainkan
hanya sebagai bukti permulaan tertulis;
4. salinan otentik dari salinan otentik atau dari akta di bawah
tangan, menurut keadaan, dapat memberikan suatu bukti permulaan tertulis.
1890. Penyalinan suatu
akta dalam daftar umum hanya dapat memberikan bukti permulaan tertulis.
1891. Akta
pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menunjukkan tanda alas hak
yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi alas hak tersebut.
1892. Suatu akta yang
menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang terhadapnya dapat diajukan
tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan berdasarkan undang-undang, hanya
mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat isi pokok perikatan tersebut,
alasan-alasan yang menyebabkan dapat dituntut pembatalannya, dan maksud untuk
memperbaiki cacat-cacat yang sedianya dapat menjadi dasar tuntutan itu.
Jika tidak ada akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah
perikatan itu dilaksanakan secara sukarela, setelah saat perikatan itu sedianya
dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah.
Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan suatu perikatan secara
sukarela dalam bentuk daripada saat yang diharuskan oleh undang-undang,
dianggap sebagai suatu pelepasan upaya pembuktian serta tangkisan-tangkisan
(eksepsi) yang sedianya dapat diajukan terhadap akta itu; namun hal itu tidak
mengurangi hak-hak pihak ketiga.
1893. Seorang pemberi
hibah tidak dapat menghapuskan suatu cacat-cacat bentuk penghibah itu dengan
membuat suatu akta pembenaran; penghibahan itu, agar sah, harus diulangi dalam
bentuk yang ditentuakan oleh undang-undang.
1894. Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu
penghibahan oleh ahli waris atau oleh mereka yang mendapatkan hak dari pemberi
hibah setelah pemberi hibah ini meninggal, menghapuskan hak mereka untuk mengajukan
tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk penghibahan itu.
0 komentar:
Posting Komentar